Pratinjau

12 Dec 2012

menghitung kebutuhan air bersih gedung(informatif)

Sumber Air
Air yang berasal dari mata air
Air danau
Air PAM
Air dari dalam tanah (sumur galian atau sumur pompa)

Hasil penelitian di 8 kota di Indonesia menunjukkan komsumsi air rata-rata sebanyak 138,5 liter/orang/hari (Slamet, 1996) dengan perincian sebagai berikut :

1. Untuk mandi, cuci, kakus : 12,0 ltr/orang/hari (8,72 %)

2. Untuk Minum : 2,0 ltr/orang/hari ( 1,4 %)

3. Untuk Cuci Pakaian : 10,7 ltr/orang/hari ( 7,7 %)

4. Untuk Kebersihan Rumah : 31,4 ltr/orang/hari (22,7 %)

5. Untuk Taman : 11,8 ltr/orang/hari (8,5 %)

6. Untuk Cuci Kendaraan : 21,1 ltr/orang/hari (15,2 %)

7. Untuk Wudhu : 16,2 ltr/orang/hari (11,7 %)

8. Lain-lain : 33,3 ltr/orang/hari (24,2 %)


Tipe Bangunan
Liter/hari
 Sekolahan
Sekolahan + Kafetaria
Apartemen
Kantor
Taman Umum
Taman dan Shower
Kolam renang
Apartemen mewah
Rumah susun
Hotel
Pabrik
Rumah sakit umum
Rumah perawat
Restoran
Dapur dari hotel
Motel
Drive in
Pertokoan
Service station
Airport

Gereja
Rumah tinggal
Marina
-Toilet duduk
-Wastafel
-Shower

57
95
133
57 – 125
19
38
38
570/unit
152/unit
380/kamar
95
570/unit
285/unit
95
38
190/t.tidur
19/mobil
1.520/toilet
38
11 – 19/penumpang

19 – 26/t.
150 – 285
38
157
570


(ilustrasi) Untuk gedung berlantai 5 – 8 = Perkantoran
Ratio kebutuhan air bersih = 100 liter/orang/hari
Ratio kebutuhan air panas = 10 liter/orang/hari
Waktu pemakaian terpadat = 2 jam
Kepadatan bangunan = 8 m²/orang
Luas lantai untuk perkantoran

1.200 m² x 4 = 4.800 m²
4.800 – (10% x 4.800) = 4.320 m²

Jumlah pemakai
4.320 /8 = 540 orang

Jumlah kebutuhan air bersih selama 1 jam :
(540 x 100)/24 = 2.250 liter/jam

Kebutuhan air bersih terpadat :
2.250 x 1,5 x 2 = 6.750 liter/orang .. (2)


Kebutuhan air panas selama 1 jam
(540 x 10)/24 = 225 liter/orang


Kebutuhan air panas terpadat
225 x 2 = 450 liter/orang.. (3)


Jadi kebutuhan air panas dan air dingin pada gedung tersebut termasuk core dari lantai 1 sampai 8 adalah = 10.125 + 6.750 + 450 = 17.325 liter/orang

= 17,325 m³……………(A)

Kebutuhan statis dan pemadam kebakaran :

30 % x 17.325 = 5,1975 m³ ……………………………………(B)


Kebutuhan sirkulasi akibat kebocoran dan hal-hal yang tidak terduga

20 % x 17,325 = 3,465 m³……………………………………..(C)


Total kebutuhan air bersih :


= 17,325 + 5,1975 + 3,465

= 25,9875 m³

dari berbagai sumber

Habibie, air, dan 50 persen Jawa(tokoh)


Presiden RI periode 1998-1999, BJ Habibie
 Surabaya (ANTARA News) - Bagi Presiden RI periode 1998-1999, BJ Habibie, air agaknya memiliki makna khusus dalam kehidupannya, bahkan menjadi rahasia bagi kemampuan otaknya selama ini.

"Dulu saya memiliki banyak asisten, tapi sekarang sudah tidak. Asisten saya sekarang adalah otak saya. Dulu saya banyak membawa catatan, tapi sekarang saya mengandalkan otak," ucapnya dalam orasi ilmiah Dies Natalis ke-52 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Sambil memegang kepalanya, penggagas pesawat terbang N-250 itu pun membeberkan rahasia menjaga kemampuan otak. "Menjaga kemampuan otak itu mudah, banyak minum air saja. Saya banyak minum air," tuturnya.

Di hadapan ribuan sivitas akademika ITS, mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) itu menceritakan prestasi yang diraihnya, termasuk penghargaan 50 tahun organisasi penerbangan sipil internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (ICAO).

"Penghargaan yang saya terima pada tahun 1994 itu bukan untuk saya, tapi untuk negara berkembang. Bahkan kemampuan itu tidak ditentukan negara maju atau berkembang, negara kaya atau miskin, tapi ditentukan otak," ujarnya.

Namun, ungkapnya, orang Jerman juga merasa senang dengan penghargaan yang diterimanya. "Mereka anggap saya ibarat bahan baku dari Indonesia, tapi olahan Jerman," tukasnya.

Oleh karena itu, ia merasa senang saat media massa bertanya: "50 tahun lalu Habibie berada di mana dan sedang apa?". "Saya jawab, saya sedang mengungsi di hutan di kawasan Bugis, dan mengaji Al Quran setelah Shalat Isya," kata suami dari Hasri Ainun Habibie (1937-2010) itu.

Setelah itu, ia pun berterus terang bahwa dirinya merupakan keturunan orang Indonesia. "Darah saya itu 50 persen Jawa, 25 persen Gorontalo, dan 25 persen Bugis," ujarnya. Ibunda Habibie adalah orang Jawa, dan ayahnya dari Gorontalo, sedangkan nenek moyang garis ayahnya dari Bugis.

Habibie yang menyebut para mahasiswa sebagai "cucu" itu pun bercerita bahwa semua pengalaman hidupnya itu kini dijadikan film yang saat ini masih syuting di Klaten, yang juga tanah leluhur ibunda maupun istrinya.

"Karena itu, saya sekarang sering ke Klaten untuk mengoreksi alur cerita dalam film itu. Saya sering membawa cucu saya untuk melihat syuting film itu, dan dia pun suka berkomentar kalau ada cerita tentang almarhumah istri saya yang tidak cocok dengan apa yang diketahuinya," demikian BJ Habibie.

Sumber:http://www.antaranews.com/berita/342968/habibie-air-dan-50-persen-jawa

Ir. Rudianto Handojo: tips untuk Atasi Banjir(informatif)


banjir di perkotaan
Setelah tahun 2002 banjir melanda wilayah Ibukota dan sekitarnya, awal Februari 2007 banjir kembali menenggelamkan rumah warga di sebagian wilayah Jabodetabek. Banjir yang diduga sebagai siklus lima tahunan ini, telah memecahkan rekor banjir sebelumnya, akibat hantaman air itu infrastruktur Ibukota terganggu. Dalam bincang-bincang dengan eramuslim, Pengamat Perkotaan dari Institut Tekhnologi Bandung Ir. Rudianto Handojo mengungkapkan mengapa masalah banjir di Jakarta tidak bisa tertuntaskan dan malah makin parah.

Menurut Anda, mengapa banjir di Jakarta makin parah, dibandingkan tahun 2002 lalu, apa sebenarnya penyebabnya?

Pertama, kalau kita sekarang berbicara, andalan kita banjir kanal, sekarang sudah ada Banjir Kanal Barat dan sedang membangun Banjir Kanal Timur, mudah-mudahan selesai. Tapi jangan berharap terlalu banyak kalau Banjir Kanal Timur selesai lantas akan bebas banjir. Karena itu desain zaman Belanda tahun 1930-an, untuk menjangkau Jakarta tahun 1950. Kalau kemudian kita bangun pasti desain tahun 50-an dengan desain tahun 2000 sudah jauh berbeda sekali. Pasti tidak akan sanggup menampungnya.

Namun apabila merujuk pertanyaan tadi, saya harus jelaskan bahwa banjir ini masalah yang tidak berdiri sendiri. Kenapa demikian, karena kita tahu alasan yang mempengaruhinya adalah daerah aliran sungai (DAS). Saya mencoba membagi atas tiga bagian, yakni bagian hulu, tengah kemudian hilir, ditambah muara. Kita mempunyai muara, tetapi yang bisa ditangani secara langsung oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta hanya di daerah hilir dan muaranya, sedangkan untuk daerah tengah dan hulu tidak bisa dijangkau oleh DKI Jakarta. Padahal di sanalah hujan yang terjadi akhir-akhir ini terjadi, di bagian hulu dan tengah daerah aliran sungai.

Daerah aliran sungai hulu dan tengah yang anda maksud itu mana saja?

Kalau bicara 13 sungai yang mengalir ke DKI Jakarta, hulunya itu mulai di daerah puncak Bogor, tengahnya di wilayah Cibinong, dan juga Depok. Di sana terjadi penggundulan hutan, pohon-pohonan hilang diganti dengan villa dan sebagainya. Itu yang berpengaruh sangat besar, bukan saja pohonnya yang tidak menyerap air, tanahnya pun tidak bisa menyerap air.

Untuk pembenahannya memang harus dilakukan secara teknis, penyerapan buatan itu bisa saja, tetapi masalahnya adalah pemerintah DKI Jakarta tidak boleh melakukan pembiayaan di luar daerahnya, padahal daerah sana di bawah Pemda Jawa Barat dengan anggaran yang tersedia relatif sedikit, rasanya tidak terlalu berkepentingan dengan yang terjadi di DKI Jakarta. Karenanya Gubernur Sutiyoso ingin membiayainya, dengan melakukan cross subsidi, karena merasa memiliki anggaran lebih banyak. Namun hal itu dirasakan belum memungkinkan dengan peraturan yang ada.

Apakah langkah itu cukup efektif mengurangi ancaman banjir di Ibukota?

Kalau langkah-langkah itu dilakukan dengan betul-betul terukur dan jelas, hasilnya bisa efektif. Tapi jika penanganannya tidak terukur, saya tidak yakin berhasil.

Lalu, dalam jangka pendek, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi banjir?

Tentu yang nomor satu adalah pengetatan peraturan, dalam peraturan sebetulnya sudah ada pengaturan koefisien luas bangunan, dan koefisien yang boleh menjadi perkerasan (areal yang dibangun), namun banyak yang dilanggar. Daerah hijau semua sudah berubah menjadi perumahan, tetapi yang harus bisa dilakukan adalah bagaimana mereka yang mengambil hak air ini, karena air mempunyai hak meresap ke tanah tapi tanah itu kemudian ditutup dengan jalan, dengan adanya bangunan, harus ada ganti bagi daerah resapan.

Jadi apapun yang dibuat perkerasan, harus bisa diganti dengan peresapan buatan. Sehingga ada daerah alternatif dan untuk itu perlu dibuat lagi danau-danau (situ) sebanyak mungkin. Saat ini keberadaan situ sudah berkurang dari jumlah awalnya, hanya tinggal beberapa puluh saja. Jadi kita harus membuat lagi sebanyak mungkin. Karena itu yang akan berperan sebagai penjaga air-air.

Kemudian sebisa mungkin dilakukan injeksi ke bumi untuk mengisi kantong-kantong di bawah tanah, kalau airnya mengalir ke Jakarta akan menjadi air tanah dan bisa menahan intrusi air laut.

Dengan kata lain, selama ini ada yang salah dalam pelaksanaan pembangunan di kota Jakarta?

Jakarta sudah sedemikian rupa berubah, tapi kemampuan mengantisipasi perubahan ini selalu terlambat. Ibaratnya, kita punya jalan di DKI Jakarta dari tahun 1950-an tapi tidak diubah sampai sekarang, pasti akan mengalami kesemrawutan, sehingga kita harus membuat jalan lebih besar, jalan tol, nah jalan-jalan tol besar itu ibarat kita sedang membuat banjir-banjir kanal.

jadi intinya, adalah sistem drainase kita rasanya tidak mencukupi. Yang harus dilakukan oleh pemda adalah membuat normalisasi seperti pelebaran sistem drainase supaya bisa menampung air. Itupun belum cukup. Kita harus mempunyai sistem yang memang sesuai dengan Jakarta sampai tahun 2050, jangkauan kita harus ke depan. Jakarta tahun 2050 dengan sistem drainase yang terdesain untuk menjangkau kepadatan penduduk pada masa itu.

Maksud Anda, pembangunan di Jakarta harus diseimbangkan dengan pembuatan resapan air yang memadai?

Betul, memang ada aturan yang mengharuskan bahwa disetiap kavling rumah dibangun satu sumur resapan, tapi saya tidak pernah melihat evaluasinya, sejauhmana efektifnya dan apakah hal itu dilakukan atau tidak. Harusnya kalau mau konsekuen bukan hanya rumah yang melakukan itu, tapi seluruh bangunan-bangunan gedung, jalan, semua diwajibkan membuat peresapan air pada ruas-ruas jalan itu.

Bagaimana dengan keberadaan pintu-pintu air?

Itu sepertinya bukan untuk mengurangi banjir ya, tapi untuk mengatur supaya banjirnya merata, jangan disatu tempat banjirnya 5 meter, tapi di tempat lain 1 meter. Bukan untuk mengurangi, hal itu dilakukan kurang lebih hanya untuk menyeimbangkan tekanan air, namun tetap saja kita tidak bisa mengatasi tekanan air yang volumenya demikian besar.

Dan satu hal lagi yang perlu diketahui bahwanya banjir ini terjadi karena perubahan iklim global. Dulu kita sangat terbiasa dengan curah hujan yang relatif teratur mulai bulan September, Oktober, November, Desember dan Januari, tetapi saat ini entah memang karena pemanasan global kita jadi mengenal yang namanya badai. Padahal 20 tahun lalu tidak ada badai di sini, hanya diwilayah sub-tropis seperti Filipina dan Hongkong. Dan pada waktu dulu kita juga hanya mengenal dengan istilah banjir besar dengan R50, kalau intesitasnya sering R25, kemudian R10, dan sekarang sudah ada R5. Untuk R5 ini adalah peristiwa banjir besar yang terjadi 5 tahun sekali.

Setahu saya kalau ada banjir besar yang tidak tertangani kita menyebutnya R25, itu berarti terjadi setiap 25 tahun sekali, tapi kemudian 10 tahun lagi terjadi kemudian disebut R10. Dapat dikatakan banjir yang terjadi saat ini disebabkan adanya fluktuasi hujan. Kalau dulu hujan bisa terbagi dari enam bulan, lima bulan, ataupun empat bulan secara merata, namun untuk sekarang terjadi hanya pada satu pekan saja, otomatis kandungan air ditujuh pekan itu sebetulnya, tidak bisa ditampung dengan sistem apapun
.
Jadi penyebab banjir yang terjadi akhir pekan lalu itu salah satunya karena ada perubahan karakter cuaca global, bukan semata-mata tata ruang kota yang salah?

Ya ada perubahan iklim.

Anda punya usulan sistem apa yang bisa diterapkan di negara kita untuk antisipasi banjir?
Kalau bicara hulu, kita harus membuat parit-parit bertangga untuk sebuah jebakan supaya air dapat menyerap. Di daerah tengah membuat danau-danau dan harus ada sistem injeksi air. Kita sudah mempunyai teknologinya dan itu tidak sulit. Kalau di kota DKI Jakarta sendiri selain melakukan normalisasi, juga harus menambah daya serap air. Hal ini akan mengalami masalah kesulitan jika air banjir bertemu dengan air pasang saat bulan purnama. Banjir itu tahan lama dan mengendap.

Pernah juga ada usulan yang sangat inkovensional, yakni membuat danau air tawar di laut, dengan cara laut dibentengi sampai titik tertentu yang cukup besar kemudian air di situ dipompa ke luar. Memang biayanya besar dan itu bisa diparalelkan, tapi ini bukan usulan dari saya ya, saya hanya mempelajarinya. Ini bisa saja dilakukan, tetapi membutuhkan kajian yang panjang, menyangkut lingkungan dan juga pembiayaan. Selama kita bisa membiayainya sendiri menjadi satu kawasan yang bagus, hal ini mungkin saja dilakukan.

Prinsipnya membuat suatu grafitasi, selama ini kondisi di Jakarta landai dari ujung selatan sampai ke lautnya, sehingga air pelan mengalir. Yang bisa dilakukan adalah membuat permukaan air di laut jauh lebih rendah sehingga membuat air lancar dan cepat mengalir. Karena seolah-olah muka laut direndahkan atau diturunkan. Saya anggap itu usulan yang masuk akal, meskipun inkonvensional, tetapi bisa dilakukan.

Sumber:
http://www.eramuslim.com/berita/bincang/ir-rudianto-handojo-untuk-atasi-banjir-kembalikan-hak-resapan-air.htm

Gagasan Penataan Drainase dan Pengendalian Banjir bag II (informatif)

banjir di perkotaan

Sebagaimana telah disinggung didepan, banjir di kota pantai bersumber pada meningkatnya debit banjir dari daerah tangkapan airnya, dan pengaruh fluktuasi muka air laut akibat pasang surut. Oleh karena itu, pengendalian banjir di kota pantai pada dasarnya terdiri dari tiga pendekatan, yaitu:
(1). Pengendalian banjir yang datang dari DAS di hulunya
(2). Pengendalian banjir lokal, dan
(3). Pengendalian banjir akibat pasang surut atau rob.
Pengendalian banjir yang datang dari DAS di hulunya dapat dilakukan dengan mengendalikan aliran permukaan. Paradigma yang selama ini dipakai untuk menanggulangi banjir harus diubah, dari paradigma drainase ke paradigma manajemen sumberdaya air, karena paradigma lama yang dipakai untuk mengatasi banjir dan drainase lingkungan telah gagal. Paradigma drainase mendasarkan penanggulangan banjir dengan jalan membuang kelebihan air dari daerah yang dilindungi secepat-cepatnya ke tempat lain, melalui pembuatan dan/atau normalisasi sungai dan saluran-saluran. Dari sisi daerah yang dilindungi, pendekatan ini dapat diterima, karena kemungkinan besar permasalahan dapat di atasi. Namun pendekatan ini dapat menimbulkan masalah di daerah bawah, karena banjirnya akan berpindah ke lokasi ini.
Dalam paradigma manajemen sumber daya air, permasalahan banjir dan genangan tidak hanya diselesaikan dengan membuang air secepat-cepatnya dari daerah yang dilindungi dengan jalan membuat saluran-saluran, tetapi yang lebih penting adalah mengelola sumber banjirnya. Banjir yang bersumber dari air hujan perlu dilakukan regulasi aliran permukaan dengan jalan pengembangan detention ponds, recharge ponds, retention ponds, sumur resapan dan lain-lain. Sementara air yang datangnya dari laut (rob) harus dihambat supaya tidak masuk wilayah yang dilindungi.
Implementasi paradigma ini berlaku untuk setiap tingkatan  daerah tangkapan, mulai dari petak lahan, komplek perumahan, areal perkotaan, sampai tingkat DAS. Setiap pemilik lahan, baik itu di kawasan perumahan, kawasan bisnis, kawasan industri, maupun kawasan pertanian, bertanggung jawab terhadap air hujan yang jatuh pada lahannya masing-masing.  Kewajiban yang harus dilakukan oleh pemilik lahan adalah meminimalkan aliran permukaan yang keluar dari lahan sehingga tidak melebihi aliran yang terjadi sebelumnya. Dalam skala yang lebih luas, misalnya kompleks perumahan, atau tingkat kota,  jaringan drainase harus dilengkapi dengan detention, retention, atau recherge ponds. Usaha ini dapat diintegrasikan dengan kawasan rekreasi, taman, tempat bermain, fasilitas olah raga, dan fasilitas umum lainnya yang penggunaannya tidak sepanjang waktu.

Gagasan Penataan Drainase dan Pengendalian Banjir bag I (informatif)


banjir jakarta
Banjir merupakan permasalahan dan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, pengusaha, atau istilah populernya semua stakeholders. Menjawab permasalahan banjir tersebut, di luar studi yang telah dilakukan pemerintah, telah muncul beberapa ide/usulan yang datang dari masyarakat, yang menonjol antara lain:

1). Dam lepas pantai

Ide ini dikemukakan oleh Dipl. Ing. John Wirawan pertama kali pada tahun 1999, dan telah menjadi wacana publik, karena gencarnya sosialisasi yang dilakukan oleh penggagasnya. Namun sampai saat ini masih berhenti pada wacana, belum ada studi mendalam tentang kelayakannya dari berbagai aspek.

Konsep dasar sistem ini adalah dengan membuat dam lepas pantai sepanjang 18 km yang membentang dari perbatasan Semarang-Demak sampai Kabupaten Kendal, sehingga tercipta danau seluas 3.000 ha, dengan kapasitas 375 juta m3 Air dalam danau dijaga elevasinya sedemikian rupa sehingga air dari daratan dapat selalu mengalir ke danau secara gravitasi.

2). Polder pantai

Kemungkinan lain untuk menanggulangi banjir kota Semarang adalah sistem polder pantai. Sistem ini mempunyai konsep yang hampir sama dengan dam lepas pantai, namun dalam skala yang lebih kecil. Untuk melayani seluruh kota Semarang, dapat saja dibuat beberapa polder pantai, dimana masing-masing berdiri sebagai sistem yang tidak saling mempengaruhi.

3). Recharge deep well

Konsep ini sebenarnya bukan merupakan gagasan baru, namun merupakan pengembangan dari konsep sumur resapan. Dasar pemikirannya juga tidak jauh berbeda dengan sumur resapan, disini air diresapkan ke dalam lapisan akifer tertekan yang telah mengalami penurunan tekanan piezometernya jauh di bawah muka tanah, sehingga punya daya sedot yang cukup. Dalam konsep ini yang perlu diperhatikan, di samping tinggi pizometer adalah kualitas air yang di isikan ke dalam tanah harus baik, untuk menghindari adanya pencemaran air tanah.

4). Penataan kawasan atas

Kota-kota pantai di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang, menghadapi permasalahan laten berupa banjir, baik banjir musiman yang datang tiap musim hujan, maupun banjir harian akibat rob. Banjir tersebut diakibatkan oleh meningkatnya debit banjir dari daerah tangkapan air, berkurangnya kapasitas saluran akibat sedimentasi, hilangnya tampungan banjir alamiah berupa rawa-rawa, adanya pasang surut, dan akibat amblesan muka tanah.

sumber: http://www.mafiosodeciviliano.com

Pengelolaan Air hujan Dengan Teknologi Low Impact Development (LID)(informatif)


LID memanfaatkan praktek pengelolaan air hujan yang terintegrasi antara sistem drainase lokal, skala kecil, dan pengendaliaan sumber daya air menyebar. Praktek pengelolaan air hujan terintegrasi ini bukan hanya tergantung pada jaringan saluran drainase dan bangunan pengontrolnya, tetapi juga memanfaatkan gedung-gedung infrastruktur drainase dan penataan lahannya dalam usaha menahan aliran air hujan ke daerah hilir.

Untuk mempertahankan kondisi hidrologi dari wilayah yang dikembangkan seperti kondisi awal, tegnologi pengelolaan air hujan dengan LID memfokuskan pada beberapa elemen utama hidrologi.

Elemen utama yanga harus diperhatikan adalah meminimumkan limpasan permukaan dengan mengurangi perubahan lahan kedap air. selain itu perlu memperbanyak tumbuhan-tumbuhan penutup tanah seperti lahan yang tertutup rumput dan tanaman-tanaman. memperlama waktu konsentrasi (Tc) dengan memperpanjang jalur aliran, meningkatkan kekasaran dengan mengurangi penggunaan saluran pasangan atau pipa, melakukan konservasi dari sistem alam sehingga dapat menurunkan puncak banjir.

Tampungan air yang permanent atau sementara sangat diperlukan untuk mengiontrol volume dan puncak banjir, serta kualitas air limpasan

Cara berikut adalah cara tradiosional yang sering dipakai untuk menampung airagar volume dari puncak banjir menurun:

  • Menggunakan sauran dengan bangunan check yang menahan lairan.
  • Saluran lebar dengan kemiringan kecil (Long Storage).
  • Penampungan air hujan dengan tangki air penampungan.
  • Penampungan air hujan diatap rumah.
  • Penamoungan dangkal di lapangan parkir.
  • Lahan basah dan kolam-kolam tampungan.
  • Berbagai macam Teknologi Low Impact Development
  • Bioretention (Rain Garden)Saluran Rumput serta.Perkerasan yang lulus air
sumber: http://www.mafiosodeciviliano.com

alat pendeteksi aliran air bawah tanah


Air tanah yang merupakan sumber daya alam terbarukan (renewable natural resources) mempunyai peran penting pada penyediaan pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan. Bukan tidak mungkin air tanah dimasa mendatang akan menjadi sumber daya alam yang tidak dapat diperbarukan apabila kegiatan eksploitasi air tanah di wilayah hilir tidak disertai dengan upaya konservasi dan reboisasi di wilayah hulu. Eksploitasi yang disertai konservasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian air tanah. Sedikit atau banyaknya imbuhan air hujan yang terkandung dalam air tanah tergantung pada luas kawasan konservasi dan daerah tangkapan air hujan pada daerah hulu.

Eksplorasi sumber daya mineral air tanah bertujuan untuk mengetahui besarnya potensi dan keberadaan akuifer sebelum dilakukan kegiatan pengeboran atau eksploitasi. Untuk mengetahui dugaan potensi air tanah, dalam hal ini mengetahui posisi atau letak serta penyebarannya, maka perlu dilakukan studi pengukuran hydrolocator dan geolistrik resisitivitas 2 dimensi. Untuk kegiatan ini dilakukan eksplorasi air tanah dengan metode hydrolocator. Hasil pengukuran ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dugaan potensi air tanah baik secara lateral (tampak atas) terutama lebar aliran air tanahmaupun vertical dalam hal ini estimasi dugaan kedalaman lapisan akuifer.

sumber: http://www.mafiosodeciviliano.com

pencemaran air tanah(informatif)


Zat pencemar (pollutant) dapat didefinisikan sebagai zat kimia biologi, radio aktif yang berwujud benda cair, padat, maupun gas, baik yang berasal dari alam yang kehadirannya dipicu oleh manusia (tidak langsung) ataupun dari kegiatan manusia (anthropogenic origin) yang telah mengakibatkan efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Semua itu dipicu oleh aktivitas manusia (Watts 1997 dalam Notodarmojo. 2005).

Di beberapa wilayah Indonesta, air tanah masih menjadi sumber air minum utama. Air tanah yang masih alami tanpa gangguan manusia, kualitasnya belum tentu bagus. Terlebih lagi yang sudah tercemar oleh aktivitas manusia, kualitasnya akan semakin menurun. Pencemaran air tanah antara lain disebabkan oleh kurang teraturnya pengelolaan lingkungan. beberapa sumber pencemaran yang menyebabkan menurunnya kuahtas air tanah antara lain (Freeze dan Cherry, 1979):

1. Sampah dari TPA

2. Tumpahan minyak

3. Kegiatan pertanian

4. Pembuangan limbah cair pada sumur dalam, dil

5. Pembuangan limbah ke tanah

6. Pembuangan limbah radioaktif.

Akibat pengambilan air tanah yang intensif di daerah tertentu dapat menimbUikan pencemaran air tanah dalam yang berasal dari air tanah dangkal, sehingga kualitas air tanah yang semula baik menjadi menurun dan bahkan tidak dapat digunakan sebagai bahan baku air minum. Sedangkan di daerah dataran pantai akibat pengambilan air tanah yang berlebihan akan menyehabkan terjadinya intrusi air laut karena pergerakan air laut ke air tanah.

Di daerah Bandung, air tanah dangkal di daerah peemukiman dan industri umumnya tidak memenuhi syarat sebagai sumber air minum. Beberapa parametar yang tidak sesuai persyaratan untuk sumber air minum antara lain: kekeruhan melebilti 5 FTU, warna lebih dari 15 PtCo, pH kurang dari 6,5, Fe3+ lebih dari 0,3 mg/l. Mn2+ lebih dari 0,1 mg/l, NH4+ lebih dari 1,5 mg/l, Cl- lebih dari 250 mg/l, dan NO3- lebih dari 50 mg/l, serta mengandung bakteri coli yang berasal dari buangan tinja, Rendahnya kualitas air tanah dangkal di daerah permukiman dan industri ini kemungakinan disebabkan oleh akuifer yana merupakan endapan danau dan pencemaran dari buangan limbah domestik dan industri (Danaryanto dan Hadipurwo, 2006).

Kekeruhan dan warna dapat terjadi karena adanya zat-zat koloid berupa zat-zat yang terapung serta terurai secara halus sekali, kehadiran zat organik, lumpur atau karena tingginya kandungan logam besi dan mangan. Kehadiran amonia dalam air bisa berasal karena adanya rembesan dari lingkungan yang kotor, dari saluran air pemnbuangan domestik. Amonia terbentuk karena adanya pembusukan zat organik secara bakterial atau karena adanya pencemaran pertanian. Kandungan besi dan mangan yang tinggi (> 0,3 mg/l untuk besi, > 0,1 mg/l untuk mangan) disebabkan batuan penyusun akuifer banyak mengandung logam besi dan mangan (Danaryanto dan Hadipurwo, 2006). Pada umumnya senyawa besi dan mangan sangat umum terdapat dalam tanah dan mudah larut dalam air terutama bila air bersifat asam. Kandungan bakteri coli hanya berkembang pada sumur gali. Sedangkan pada sumur pantek umumnya tidak mengandung bakteri coli. Pencemaran oleh adanya kandungan bakteri coli kemungkinan disehabkan oleh tangkl jamban (septic tank) dibuat terlalu berdekatan dengan sumur atau sumur berdekatan dangan sungai yang telah tercemar oleh tinja manusia.

Sumber: http://www.mafiosodeciviliano.com

11 Dec 2012

garis besar permasalahan air


air
  • Too much, terlalu banyak ? banjir
  • Too dirty, terlalu kotor ? pencemaran
  • Too little, terlalu sedikit ? kekurangan air
  • Bertambahnya penduduk
  • Perkembangan sosio-ekonomi
  • Kebutuhan air meningkat
  • Ketersediaan air tetap
  • Konflik kepentingan akan air
  • Desentralisasi/Otonomi Daerah
  • Konflik antar Kabupaten/Kota

anatomi banjir dan penangannya(informatif)


banjir jakarta
Pertumbuhan penduduk meningkat maka kebutuhan pokok & sekunder juga akan meningkat. Aktifitas pembangunan yang dilakukan cenderung dan lebih ditekankan adalah pada pembangunan berlanjut yang dominan di aspek ekonomi semata. Sedangkan aspek sosial dan lingkungan menjadi terabaikan.
Terjadi eksploitasi alam yang berlebihan, perubahan tata guna lahan yang tak terkendali dan menurunnya daya dukung lingkungan. Multi-player effect dari aktivitas tersebut pada hakekatnya menimbulkan kecenderungan peningkatan bencana baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Global Water Partnership/GWP), 2001; Kodoatie dan Syarief, 2005).
Terjadilah paradoks antara penduduk dan air: pertumbuhan penduduk yang meningkat mengakibatkan kebutuhan air meningkat namun ketersediaan air menjadi berkurang karena terjadi peningkatan lahan/ruang terbangun.

Muncul konflik-konflik: konflik kepentingan dan kebutuhan antara man versus water; konflik ruang terbangun versus ruang terbuka hijau; konflik tata ruang bangunan versus tata ruang air. Peningkatan ruang terbangun menyebabkan pengurangan ruang terbuka hijau yang besar terutama di daerah-daerah perkotaan. Banyak lahan hijau, situ-situ, daerah resapan dan tempat tinggal air telah hilang (Kodoatie dan Syarief, 2007).

Air di Bumi Kita
1. Hanya 2,5% yang berupa air tawar dan hanya 1,0% yang dapat dimanfaatkan dengan beaya rendah (air danau, air sungai, waduk, air tanah dangkal).
2. Sisanya (97,5%) berupa air asin/laut.
Diperlukan upaya bersama untuk mempertahankan keberadaan air untuk kelangsungan kehidupan dan peradaban sekarang sampai yang akan datang.

Ketersediaan Air di Berbagai Negara

9 NEGARA TERKAYA AIR
  • BRAZIL 5.670 km3/th
  • RUSSIA 3.904 km3/th
  • CHINA 2.880 km3/th
  • CANADA 2.856 km3/th
  • INDONESIA 2.530 km3/th
  • USA 2.478 km3/th
  • INDIA 1.550 km3/th
  • COLOMBIA 1.112 km3/th
  • ZAIRE 1.020 km3/th
10 NEGARA TERMISKIN AIR
  • MALTA 50 m3/th/Jiwa
  • QATAR 62,5 50 m3/th/Jiwa
  • BAHAMA 87 50 m3/th/Jiwa
  • BAHRAIN 119 50 m3/th/Jiwa
  • YAMAN 126 50 m3/th/Jiwa
  • SAUDI ARABIA 191 50 m3/th/Jiwa
  • LIBYA 194 50 m3/th/Jiwa
  • UAE 231 50 m3/th/Jiwa
  • SINGAPORE 234 50 m3/th/Jiwa
  • JORDAN 313 50 m3/th/Jiwa
Ketersediaan air per kapita di dunia
Rata-rata 600 50 m3/th/Jiwa
Minimum 50 50 m3/th/Jiwa
Maksimum 20.000 50 m3/th/Jiwa



Hampir 75% kejadian bencana di dunia berkaitan dengan cuaca dan iklim, BANJIR DAN TANAH LONGSOR merupakan PENYEBAB BENCANA ALAM TERBESAR.

Selama 1990-2001 terjadi lebih dari 2.200 kejadian bencana yang berkaitan dengan air (WATER RELATED DISASTERS) di dunia. Bencana tersebut terjadi di Asia (39%) dan di Afrika (29%).
Bencana-bencana yang terkait dengan air terdiri dari: BANJIR (50%), EPIDEMI (29%), KEKERINGAN (11%), dan KELAPARAN (2%).
Korban jiwa karena banjir tercatat 15% dari bencana alam, karena kelaparan 42%.
Di Indonesia, kejadian bencana selama 1998-2003 tercatat: BANJIR 405 kali (35%) dan KEKERINGAN 167 kali (28%).
Dampak bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan:

korban bencana banjir dan tanah longsor 2001-April 2004: 671 meninggal, 228 hilang, dan 672.525 mengungsi

berbagai sumber

Tata ruang air(informatif)


air
Proses perjalanan air dalam ruang (3 dimensi) dapat dijelaskan secara global dalam siklus hidrologi. Di ruang laut proses perjalanan air ada dalam laut dan di daerah pantai dan ke ruang, udara air laut berubah menjadi uap. Adanya arus laut yang ada di samudra berpengaruh kepada terjadinya hujan, badai dan gelombang laut. Air laut juga berubah ujud menjadi uap dan masuk ke ruang udara, yang dalam proses perjalananya akan memberi kontribusi kepada hujan di ruang darat.


Di ruang darat air sebagai air tawar merupakan sumber kehidupan. Air juga merupakan sumber daya alam yang membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembaharuannya (unrenewable dan renewable resource). Eksploitasi sumber daya alam di ruang darat, terutama eksploitasi air dan pemanfaatan (perubahan) lahan yang herlebihan dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan manusia akan menimbulkan berbagai masalah bagi kehidupan manusia.

Persoalan yang terkait dengan air yang melewati proses siklus hidrologi ini adalah sangat kompleks. Keterkaitan air dengan segala atributnya dengan berbagai aspek, berbagai sumber daya lain dan dengan penataan ruang merupakan suatu tantangan yang menarik untuk dianalisis dan dicari soiusinya. Pada hakekatnya keberadaan air harus harmoni dan berkelanjutan untuk pemenuhan fungsi utamanya sebagai sumber kehidupan.

Sudah saatnya melakukan pembangunan yang lebih mengutamakan keseimbangan antara ekonomi, sosial dan lingkungan sebagaimana telah diamanatkan baik dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air maupun UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

UN No. 7 Tahun 2004 menyebutkan:
Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang.
Untuk menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras.
Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar-wilayah, antar-sektor, dan antar-generasi.
Sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam Pengelolaan Sumber Daya Air.

UU No. 26 Tabun 2007 menyebutkan
 bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan
terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia
terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

UU No. 26 Tahun 2007 juga menyebutkan bahwa
 Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Ruang darat, ruang laut. dan ruang udara merupakan satu kesatuan ruang yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Ruang darat, ruang laut, dan ruang udara dimanfaatkan berbagai macam keperluan sesuai dengan tingkat intensitas yang berbeda untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pemanfaatannya di antaranya sebagai tempat melakukan kegiatan pemenuhan kehutuhan pangan, industri, pertambangan, sebagai jalur perhubungan, sebagai obyek wisata, sebagai sumber energi, atau sebagai tempat penelitian dan percobaan.

UU No. 26 Tahun 2007 tidak mendefinisikan ruang darat, ruang laut dan ruang udara. Definisi ketiga ruang tersebut ada dalam UU No. 24 Tahun 1992. UU ini mendefinisikan ruang-ruang: udara, darat dan laut sebagai berikut:
Ruang daratan adalah ruang-ruang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah.
Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya, dimana Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi.
Ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang darat dan/atau ruang laut sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi, di mana Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi. Pengertian ruang udara (air-space) tidak sama dengan pengertian ruang angkasa (outerspace). Ruang angkasa beserta isinya seperti bulan dan benda-benda langit lainnya adalah bagian dari antariksa, yang merupakan ruang di luar ruang udara.

Lebih lanjut disebutkan bahwa ruang yang dimaksud adalah ruang di mana Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi yang meliputi hak berdaulat di wilayah teritorial maupun kewenangan hukum di luar wilayah teritorial berdasarkan ketentuan konvensi yang bersangkutan yang berkaitan dengan ruang lautan dan ruang udara.

Seperti yang sudah dijelaskan sehelumnva bahwa air mengalir melalui ketiga ruang tersebut. Perjalanannya secara global yang dikenal dengan siklus hidrologi melewati ruang laut, ruang udara, ruang darat termasuk ruang di dalam bumi. Dalam hal ini di dalam ruang ada interaksi antara air dengan ruang sebagai tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelaagsungan hidupnya.

Lebih luas lagi sumber daya air yang merupakan air (air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat), sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya juga dimantaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya,

Tata ruang menurut UU No. 26 Tahun 2007 didefinisikan sebagai wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

Mengacu pada definisi tata ruang maka "tata ruang air" dapat didefinisikan sebagai wujud struktur ruang air dan pola ruang air. Struktur ruang air adalah susunan pusat-pusat sumber daya air dan sistem infrastruktur keairan yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang air adalah distribusi peruntukan ruang air dalam suatu wilayah. Untuk air permukaan, wilayah bisa sistem fluvial (jaringan sungai dan Daerah Aliran Sungai/DAS) dan daerah Non-CAT, untuk air tanah berupa Cekungan Air Tanah (CAR) dan untuk air secara keseluruhan berupa Wilayah Sungai (WS). Peruntukan ruang dibagi dua yaitu untuk fungsi Undone, sumber daya air (daerah konservasi) dan untuk fungsi budi daya sumber daya air (pendayagunaan sumber daya air).


sumber: http://www.mafiosodeciviliano.com