Pratinjau
Showing posts with label info. Show all posts
Showing posts with label info. Show all posts

12 Dec 2012

revitalisasi danau, telaga, atau situ (informatif)


telaga 
Revitalisasi danau, telaga, atau situ kaitannya dengan memanen air hujan sebaiknya dilakukan dengan konsep ekologi-hidraulik atau ekologi-hidrologi. Konsep ini diartikan sebagai upaya memperbaiki dan menyehatkan seluruh komponen ekologi (flora-fauna) dan hidraulik-hidrologi (sistem keairan) penyusun danau, telaga, atau situ yang bersangkutan, sehingga dapat berfungsi menampung air yang dapat digunakan untuk keperluan air bersih masyarakat, meresapkan air hujan untuk pengisian air tanah, dan dapat berkembang menjadi wilayah ekosistem wilayah danau, situ dan telaga yang hidup dan lestari

.Dasar filosofi pengelolaan danau atau telaga termasuk juga situ secara ekologi-hidraulik adalah berorientasi pada danau alami yang ada. Artinya bahwa dalam pengelolaannya berangkat dari danau alami, bukan berangkat dari filosofi reservoir atau kolam tandon bangunan sipil-hidro. Segala kondisi yang ditemui pada danau, telaga ataui situ alami coba diadopsi dan diterapkan pada telaga, danau atau situ yang direvitalisasi. Intinya adalah mengembalikan kondisi alamiah danau, telaga atau situ yang bersangkutan.

Danau atau telaga alami memenuhi kondisi ekologi hidraulik yaitu daerah tangkapan airnya bagus, komposisi dan heterogenitas tanamannya legkap, belum ada penggundulan hutan dan sistem tata air dan drainasenya masih alamiah; tumbuh vegetasi dan pohon-pohon besar yang melingkari danau atau telaga pada zona amphibi dan daratan (sempadan danau atau telaga) yang cukup rapat. Pohon dan vegetasi melingkar ini, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga ring. Ring pertama pada umumnya ditumbuhi pohon-pohon besar yang biasa ada di daerah yang bersangkutan (misalnya pohon beringin di daerah Jawa). Ring kedua dipenuhi dengan pohon-pohon yang lebih kecil dan relatif kurang rapat dibanding dengan ring pertama. Ring ketiga atau ring luar berbatasan dengan daerah luar telaga, dengan tingkat kerapatan tanaman lebih jarang. Jika kondisi vegetasi di sekeliling danau atau telaga ini punah, maka dapat dipastikan bahwa umur telaga akan memendek, baik disebabkan oleh tingkat penguapan dan suhu yang tinggi maupun tingkat sedimentasi yang tinggi

Pada pengembangan danau, telaga , atau situ untuk pariwisata sering dilakukan dengan membuat sarana prasarana pariwisata tanpa memperhitungkan ekologi danau, telaga, atau situ tersebut. Dampaknya, sarana-prasarana tersebut justru mengambil areal vegetasi dan menjadi pemicu rusaknya ring-ring ekologi danau, telaga, atau situ tersebut. Oleh karena itu, selain perbaikan daerah tangkapan air yang masuk ke danau, telaga atau situ, juga upaya melestarikan dan menumbuhkan pohon-pohon dan vegetasi di sekelilingnya baik pada ring pertama, kedua dan ketiga. Pengembangan sarana pariwisata hendaknya diletakan di luar ring ketiga dan hendaknya mengacu pada konsep eko wisata.

Dalam konsep eko-hidraulik pembuatan talud melingkar harus sejauh mungkin dihindari, karena bangunan ini akan mematikan ekosistem secara destruktif, disamping talud tersebut tidak efektif untuk menahan rembesan air secara horisontal. Justru dengan penanaman vegetasi yang sesuai dengan kondisi setempat dapat menurunkan rembesan horisontal secara efektif, menahan longsoran, menurunkan suhu, menahan air dan meningkatkan kualitas ekosistem. Demikian juga dengan cara pengerukan dan pelapisan aspal akan berakibat sebaliknya yaitu menurunkan kualitas ekosistem dan bahkan menahan base flow.

Dalam revitalisasi danau, telaga, dan situ, dalam konteks memanen air hujan dapat dilakukan dengan menumbuhkan dan memelihara ekologi daerah sempadan (bantaran) danau, telaga atau situ. Danau, telaga dan situ yang lestari dapat dilihat dari kesuburan daerah sempadannya. Pada ring pertama banyak ditumbuhi tanaman-tanaman besar yang rapat, pada ring lingkaran kedua sempadan tersebut ditumbuhi tanaman-tanaman keras yang lebih kecil dari ring pertama, dan pada ring ketiga daerah sempadan danau tersebut banyak ditemukan tumbuhan-tumbuhan produksi yang relatif rapat.

Sumber: Agus Maryono dan Edy Nugroho Santoso (2006). Metode Memanen dan memanfaatkan Air Hujan untuk Penyediaan Air Bersih, Mencegah Banjir dan Kekeringan. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup

Sistem polder(Informatif)

polder
“Kawasan perkotaan seperti Jakarta, Semarng dan kota lain yang berada di kawasan rendah selalu dilanda banjir sehingga masyarakat setempat akan selalu mendapat masalah,” kata Penasehat Utama Kementerian Transportasi dan Pengairan Kerajaan Belanda, Prof Bart Schultz, di Jakarta, Selasa (3/7).

Sementara kondisi drainase yang kurang baik dan penumpukan sampah pada saluran air akibat warga kurang memiliki kesadaran lingkungan, menambah parah kondisi tersebut.

Apalagi saat ini dengan ada isu pemanasan global dan perubahan iklim berakibat terjadi naiknya air laut dan turunnya permukaan tanah akibat pengambilan air tanah, akan semakin menambah luasan kawasan genangan.

Selain itu, berdasarkan penelitian pakar dunia, terjadi naiknya permukaan air laut sekitar 19-58 cm/abad, perubahan kondisi sungai dan debit puncak sekitar 10-30 persen/abad serta meningkatnya curah hujan rata-rata hingga 45 persen/abad.

Untuk itu, katanya, pemerintah yang kawasannya berada di kawasan rendah seperti Indonesia harus mewaspadainya dengan cara mengoptimalkan segala sistem dan membangun infrastruktur dan sarana penting di kawasan yang relatif tinggi,

Sementara itu, Peneliti Madya Puslitbang SDA Departemen PU Joyce Marha Widjaya mengatakan, dalam mengembangkan sistem polder perkotaan harus dilakukan secara terintegrasi antara rencana tata ruang dan tata air utamanya pada kota-kota pantai yang memiliki cekungan.

Setiap tetes air buangan yang jatuh pada kawasan polder harus didrainase dengan bantuan pompa, dan untuk itu perlu disosialisasikan konsep pengendalian pengembangan sistem polder berkelanjutan sebagai langkah antisipasi terhadap perubahan akibat pembangunan yang sangat mempengaruhi dan berdampak pada lingkungan..

Sementara itu Forum Peduli Lingkungan Kelapa Gading, Firman, berharap dengan ada sistem polder tersebut dapat membantu kawasannya yang selalu tergenang akibat limpasnya air dari Danau sunter.

Dia berharap, sistem tersebut bisa dilaksanakan segera dan meminta pemda dan Dinas PU DKI memperhatikan pemasangan tanggul dan drainase, yang dinilai sudah tidak memadai dan airnya sering menggenangi perumahan sekitar meski hujannya sebentar.

Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Pluit Ir Agus Johan mengatakan,hingga saat ini penanganan masalah banjir dan lingkungan baru sebagian yang dijalankan dari yang disepakati.

Menurut dia, masih banyak masalah substansial polder Pluit yang perlu dicarikan solusinya oleh pemangku kepentingan, dengan terhindarnga kawasan Pluit dari genangan tahun 2007 yang lalu, bukan jaminan kawasan tersebut terhindar dari masalah banjir.

Sementara itu Kepala Bappeda Kota Semarang Ir M Farhan mengatakan, untuk mengatasi daerah genangan di kota Semarang pemerintah melakukan upaya pengendalian di daerah hulu dengan mengurangi daerah terbangun.

Dia mengarahkan memperbanyak fungsi konservasi guna mengurangi pendangkalan sungai dan menyebabkan terjadi perluasan genangan dan membangun waduk Jatibarang sebagai kolam retensi guna mengurangi air menuju hilir. (mf/toeb/c)

Sumber: http://depkominfo.go.id

pengolahan tanah minimum(Informatif)

infopublik.id
Pengolahan tanah minimum adalah teknik konservasi tanah dimana gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit mungkin. Dengan cara ini kerusakan struktur tanah dapat dihindari sehingga aliran permukaan dan erosi berkurang. Teknik ini juga mengurangi biaya dan tenaga kerja untuk pengolahan tanah dan mengurangi biaya / tenaga kerja untuk penyiangan secara mekanik. Pengolahan tanah minimum cukup efektif dalam mengendalikan erosi, dan biasa dilakukan pada tanah-tanah yang berpasir dan rentan terhadap erosi.

Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur. Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari penggunaan mulsa secara terus menerus dan / atau pemberian pupuk hijau / pupuk kandang / kompos dari bahan organik yang lain secara terus menerus. Penerapan teknik pengolahan tanah minimum selalu perlu disertai pemberian mulsa.

Keuntungan:

  • Menghindari kerusakan struktur tanah
  • Mengurangi aliran permukaan dan erosi
  • Memperlambat proses mineralisasi, sehingga penggunaan zat-zat hara dalam bahan-bahan organik lebih berkelanjutan.
  • Tenaga kerja yang lebih sedikit daripada pengelolaan penuh, sehingga mengurangi biaya produksi.
  • Dapat diterapkan pada lahan-lahan marginal yang jika tidak dengan cara ini mungkin tidak dapat diolah.

Kelemahan: 



  • Persiapan bedengan yang kurang memadai dapat menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan produksi yang rendah, terutama untuk tanaman seperti jagung dan ubi.
  • Perakaran mungkin terbatas dalam tanah yang berstruktur keras.
  • Lebih cocok untuk tanah yang gembur
  • Pemberian mulsa perlu dilakukan secara terus menerus
  • Herbisida diperlukan apabila pengendalian tanaman pengganggu tidak dilakukan secara manual / mekanis.

Sumber: Riri Fithriadi dkk / Peny. (1997). Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia; Kumpulan Informasi. Bogor: Pusat Penyuluhan Kehutanan.

Mulsa(cara mudah konservasi tanah)


http://duhakubingung.blogspot.com
Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta menghambat pertumbuhan gulma (rumput liar).

Penggunaan mulsa atau serasah adalah teknik konservasi tanah yang tergolong dalam cara vegetatif. Pada teknik ini permukaan tanah di antara barisan tanaman atau di sekitar batang pohon ditutup dengan bahan-bahan berupa sisa tanaman setelah panen, pangkasan tanaman pagar atau larikan pada budidaya lorong.

Dari aspek pengendalian eropsi, peran langsung bahan mulsa adalah melindungi permukaan tanah dari pukulan butir-butir hujan, mempertahankan kelembaban tanah, mencegah tumbuhnya tanaman pengganggu, sedangkan perannya yang tidak langsung adalah memperbaiki struktur tanah. Penggunaan mulsa umumnya dilakukan di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan dan rentan terhadap pertumbuhan gulma. Pilihan bahan-bahan untuk mulsa tergantung pada bahan-bahan yang tersedia setempat.

Dalam sistem budidaya lorong, biomasa dari larikan tanaman sering digunakan sebagai mulsa. Di perkebunan seringkali tanaman penutup tanah digunakan sebagai mulsa hidup, terutama di sekitar poghon-pohon yang masih muda yang telah tumbuh dengan baik. Salah satu strategi lainnya adalah meninggalkan sisa-sisa tanaman di lahan setelah panen (misalnya daun pucuk nenas, daun dan batang jagung, jerami padi, dsb). Hal ini akan menjamin bahwa ada zat-zat hara yang diserap tanaman kembali ke tanah.
Keuntungan
Melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir air hujan serta mengurangi aliran permukaan, erosi dan kehilangan tanah.
Menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma) sehingga mengurangi (biaya tenaga kerja untuk penyiangan.
Mulsa yang berupa sisa-sisa tanaman menjadi sumber bahan organik tanah
Meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroorganisme tanah), sehingga memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah
Membantu menjaga suhu tanah serta mengurangi penguapan sehingga mempertahankan kelembaban tanah sehingga pemanfaatan kelembaban tanah menjadi lebih efisien.
Tergolong teknik konservasi tanah yang memerlukan jumlah tenaga kerja / biaya rendah.
Kelemahan
Bahan-bahan mulsa mungkin menjadi sarang berkembangbiaknya penyakit-penyakit tanaman. Namun hal ini masih perlu diteliti bagi setiap bahan mulsa yang digunakan.
Tidak dapat digunakan dalam keadaan iklim yang terlampau basah.
Mulsa sukar ditebarkan secara merata pada lahan-lahan yang sangat miring.
Bahan-bahan untuk mulsa tidak selalu tersedia.
Beberapa jenis rumput jika digunakan sebagai mulsa dapat tumbuh dan berakar sehingga dapat menjadi tanaman pengganggu.

Sumber: Riri Fithriadi dkk (Peny) (1997). Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia; Kumpulan Informasi. Hal 80 -81. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kehutanan.

Modifikasi Lansekap(informatif)


Modifikasi lansekap untuk memanen air hujan sedang banyak dikerjakan di beberapa negara maju, seperti di Kanada, Jerman dan Jepang. Salah satu caranya adalah mengganti jaringan drainase suatu kawasan dengan cekungan-cekungan di berbagai temoat (modifikasi lansekap), sehingga air hujan akan tertampung di lokasi cekungan tersebut. cara modifikasi lansekap ini ternyata dapat menekan biaya konstruksi jaringan drainase suatu kawasan lebih dari 50 persen.

Di Indonesia, metode ini secara tradisional sebenarnya sudah berkembang. Masyarakat “memodifikasi lansekap” mereka dengan membuat parit-parit kecil dan cekungan-cekungan dangkal di pekarangan mereka untuk keperluan perikanan atau pengawetan kayu / bambu, sekaligus sebagai ornamen kebun pekarangan. Modifikasi lansekap dapat dilaksanakan pada berbagai lokasi sebagai berikut:

Kawasan perumahan atau perkantoran

Cekungan-cekungan dibuat di antara bangunan untuk mengalirkan dan meresapkan air hujan. Cekungan tersebut tidak didisain sebagai kolam tampungan, namun sebagai kolam peresapan. Dengan demikian diusahakan secepat mungkin air meresap ke dalam tanah. Konsep ini jika diterapkan dapat mengurangi biaya pembuatan jaringan drainase sekaligus dapat mendukung kelestarian air tanah. Dimensi cekungan disesuaikan dengan karakteristik porositas tanah dan intensitas hujan serta luas areal yang tersedia.

Sumber:
Agus Maryono dan Edy Nugroho Santoso (2006). Metode Memanen dan Memanfaatkan Air Hujan untuk Penyediaan Air Bersih, Mencegah Banjir dan Kekeringan. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

kolam konservasi air hujan(Informatif)


kolam tampungan
Metode kolam tampungan drainase dalam skala besar sangat mudah untuk disosialisasikan melalui pola pemenuhan kebutuhan bahan urugan atau bahan galian C (Gambar 1). Pemerintah dan masyarakat dapat mencari lokasi bekas tambang galian C, kemudian dikeruk. Hasil galiannya dipakai sebagai bahan urug, bekas galiannya dipakai sebagai kolam resapan air hujan sekaligus dapat dikembangkan untuk rekreasi.

Cara ini banyak dipraktekan di negara-negara maju sehingga dalam jangka waktu tertentu mereka mempunyai banyak sekali danau buatan dari tambang galian C. Disamping itu konstruksi kolam dapat dibangun di areal permukiman.

Selain di areal permukiman , dikenal juga kolam konservasi air hujan di areal pertanian Kelebihan air hujan yang jatuh di areal pertanian, termasuk limpasan dari jalan dan perkampungan di sekitar areal pertanian dapat ditampung pada kolam-kolam penampungan, tidak langsung dibuang ke sungai. Pemerintah atau mayarakat dapat memanfaatkan tanah kas desa atau membeli beberapa hektar tanah untuk dijadikan kolam konservasi air hujan.

Dimensi areal konservasi disesuaikan dengan luas daerah tangkapan air hujan yang akan dimasukan ke kolam tersebut dan karakteristik air hujan., Perencanaan dimensi kolam dapat dilakukan dengan hitungan rumus-rumus drainase hujan aliran biasa.

Limpasan air hujan suatu kawasan permukiman ditampung di kolam untuk diolah kembali menjadi air minum, bahkan untuk kebutuhan air irigasi. Cara ni sudah banyak dipraktekan di kompleks-kompleks perumahan perusahan pertambangan di Sumatera dan Kalimantan.

Pada kompleks perumahan atau kompleks perusahaan dapat didisain drainase air hujan terpadu dengan kolam tampungan (kolam tandon) untuk pemenuhan kebutuhan air bersih. Air hujan dari seluruh kawasan kompleks dialirkan menuju kolam tandon air hujan.

Dengan instalasi water treatment, air dalam kolam itu dimanfaatkan sebagai sumber air bersih kawasan kompleks tersebut. Dimensi kolam tandon air hujan disesuaikan dengan kondisi lapangan dan dihitung berdasarkan intensitas dan volume hujan yang direncanakan akan ditangkap. Metode hitungan hujan aliran dalam drainase dapat dipakai untuk menentukan volume kolam tampungan.

Disamping itu perlu diperhitungkan kebutuhan air seluruh penghuni kompleks per hari agar kolam yang akan dibuat dapat memenuhi kebutuhan air penghuni kompleks.

Sumber:bebas banir2025

KONSEP DEEP TUNNEL RESERVOIR SYSTEM (DTRS) (informatif)


konsep deep tunnel perkotaan
Konsep DTRS, yang dipresentasikan oleh Ketua BR – Achmad Lanti & Anggota Bidang Teknik BR – Firdaus Ali ini menggambarkan permasalahan utama, berupa inovasi teknologi dan usulan aplikasinya untuk contoh kasus di DKI Jakarta. Teknologi ini diadopsi dari proyek serupa di beberapa kota metropolitan di dunia, daintaranya Singapura, Kuala Lumpur, Hongkong, Chicago dan Milwaukee di Amerika Serikat. DTRS menganut konsep “5 in 1”, yaitu manfaatnya untuk mengendalikan banjir dan genangan air, menampung air limbah pada terowongan di bawah tanah, yang kemudian dimanfaatkan menjadi air baku untuk pasokan ke Instalasi Pengolahan Air bersih (IPA) PDAM; untuk mengendalikan pemompaan air tanah secara berlebihan dan terakhir pekerjaan ini tidak membutuhkan pembebasan tanah/lahan. Sebagai tahap awal rencananya DTRS ini akan dibangun di Jakarta bagian tengah, yaitu letaknya berada di bawah Banjir Kanal Barat (BKT) sepanjang 17 km dengan luas penampang basah 42 x 42 m2, yang dapat menampung air sekitar 30 juta m3, dengan estimasi total biaya yang dibutuhkan + Rp. 4,4 triliun.

Estimasi biaya tersebut dihitung dari perbandingan proyek serupa di Singapura yang menghabiskan dana Rp. 18 triliun untuk panjang 70 km. DTRS juga dapat menahan banjir yang terjadi Februari 2007 dengan debit puncak 450 m3/dt dalam 18,5 jam. Dalam implementasinya DTRS harus disinkronisasi dengan konsep pengendali banjir yang lainnya seperti Banjir Kanal Timur (BKT), Banjir Kanal Cengkareng, dan juga melengkapi rencana pembangunan waduk Ciawi di hulu kali Ciliwung. Wagub Fauzi Bowo, mendukung penuh ide tersebut, sebagai solusi masa depan. Ia menyatakan, presentasi yang akan dibawakan pada acara “Dengar Pendapat” dengan DPR-RI Senin yang akan datang untuk dapat mengundang simpati dan dukungan dari gabungan para anggota DPR-RI dan beberapa Menteri yang hadir nanti, serta mengharapkan persetujuaan mereka untuk memulai Study Kelayakannnya. Ia juga peduli kepada sangat efisiennya biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan / penglolaan DTRS tersebut

Hal ini dapat diyakini bahwa DTRS dapat beroperasi dengan basis pembiayaan sendiri/mandiri, misalnya mendapatkan pemasukan dari penjualan biogas (methane) dan biosolid (pupuk) yang dihasilkan dari limbah, penerimaan dari penjualan air baku, jasa pelayanan air limbah dan kemungkinan utility charge Permprov DKI berjanji akan membiayai proyek tersebut apabila pembangunan waduk Ciawi – Bogor juga disetujui untuk dibiayai oleh pemerintah pusat. Entry Filed under: Misc

Sumber: http://jakartawater.org/?p=176

Dam Pengendali(check dam)


sumber foto: BTP DAS Surakarta
Pembuatan Rancangan Dam Pengendali (DPi)
Pemilihan calon lokasi

Pemilihan calon lokasi dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap beberapa calon lokasi dam pengendali yang telah ditetapkan dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang telah disusun, dengan kriteria sebagai berikut :

a) Lahan kritis dan potensial kritis
b) Sedimentasi dan erosi sangat tinggi
c) Struktur tanah stabil (badan bendung)
d) Luas DTA 100 -250 ha
e) Tinggi badan bendung 8 meter
f) Kemiringan rata-rata daerah tangkapan 15-35 %
g) Prioritas Pengamanan bangunan vital
Orientasi lapangan
Calon lokasi yang terpilih (memenuhi kriteria) kemudian dilakukan orientasi lapangan untuk menentukan letak dan ukuran badan bendung, saluran pelimpah dan daerah tangkapan air (DTA) serta daerah genangan air.
Konsultasi
Berdasarkan hasil orientasi lapangan dilakukan konsultasi dengan instansi terkait baik secara formal (Dinas Kimpraswil/PU, Dinas Pertanian dsb.) maupun non formal (kelompok tani, lembaga adat dsb)
untuk memperoleh masukan sebelum lokasi dan tipe dam pengendali ditetapkan.
Pengadaan bahan dan alat
Pengadaan bahan dan alat diprioritaskan terhadap bahan habis pakai, sedangkan peta dasar dan peralatan lain seperti alat ukur/survey lapangan dapat memanfaatkan yang sudah ada.
Administrasi
Persiapan administrasi meliputi :
a) Administrasi kegiatan
b) Surat menyurat (pemberitahuan, surat ijin, kesepakatan masyarakat dsb.)

DAM/parit

Dam parit (channel reservoir) adalah teknologi sederhana yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Teknologi ini merupakan suatu cara untuk mengumpulkan / membendung aliran air pada suatu parit (drainage network) dengan tujuan untuk menampung volume aliran permukaan, sehingga selain dapat digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya juga dapat menurunkan kecepatan run off, erosi dan sedimentasi (Puslitbang Tanah dan Agroklimat, 2002).

Dengan teknologi ini yang menurut pengalaman membutuhkan biaya sekitar Rp. 30 – 50 juta per unit, dan dalam proses pengerjaannya membutuhkan tenaga kerja sekitar 30 orang selama pengerjaan 3 bulan, dapat dilaksanakan sendiri oleh petani.

Pertimbangan pemilihan teknologi dam parit ini didasarkan atas keunggulannya dibandingkan dengan teknologi sejenis seperti embung. Keunggulan dam parit antara lain:
  • Dapat menampung air dalam volume besar, karena mencegat dari saluran / parit.
  • Tidak menggunakan areal produktif.
  • Dapat mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri (cascade series) di seluruh DAS.
  • Dapat menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga dapat mengurangi erosi permukaan (tanah lapisan atas yang subur), dan sedimentasi.
  • Terdapat kesempatan (waktu dan volume) meresap / menyimpan air ke dalam tubuh tanah (recharging) di seluruh DAS, sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau.
  • Biaya pembuatan relatif lebih murah.

Fungsi Dam Parit

Pada prinsipnya teknologi ini bertujuan dan berfungsi untuk:
Menurunkan debit puncak, yaitu debit yang paling tinggi yang terjadi pada aliran tersebut. Biasanya pada musim penghujan debit air pada suatu parit / saluran sangat tinggi sehingga dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor serta erosi dengan membawa serta lapisan tanah atas yang subur. Dengan dibangunnya dam parit yang memotong aliran, itu akan mengurangi kecepatan aliran parit.

Memperpanjang waktu respon, yaitu memperpanjang selang waktu antara saat curah hujan maksimum dengan debit maksimumnya. Dengan lamanya air tertahan dalam DAS, maka sebagian air akan meresap kedalam tanah untuk mebiuisi (recharge)cadangan air tanah dan sebagian air dapat dialirkan ke l;ahan yang membutuhkan air / lahan yang tidak pernah mendapat air irigasi melalui parit-parit. Pada parit-parit itu pun selanjutnya juga dibuat dam / bendung lagi. Demikian seterusnya, sehingga luas lahan yang dapat dialiri dapat dimaksimalkan.

daerah konservasi air tanah


Pemerintah dan masyrakat dapat mengusahakan suatu kawasan atau wilayah tertentu yang khusus diperuntukan sebagai daerah pemanenan air hujan (peresapan air hujan) yang dijaga diversifikasi vegetasinya dan konstruksi apa pun tidak boleh dibangun di atas areal tersebut.

Untuk keperluan ini harus dipilih daerah yang mempunyai peresapan tinggi dan bebas dari kontaminasi polutan. Konsep ini belum banyak dikenal di Indonesia, maka setiap daerah perlu segera mencari lokasi atau kawasan yang dapat dikembangkan menjadi cagar alam resapan air hujan ini.

budidaya lorong/alley crooping(informatif)


Sistem pertanaman lorong (alley croping) adalah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong (alley) di antara barisan tanaman pagar

Pangkasan dari tanaman pagar digunakan sebagai mulsa yang diharapkan dapat menyumbangkan hara terutama nitrogen kepada tanaman lorong.

Tanaman yang digunakan untuk tanaman pagar antara lain adalah lamtoro (Leucaena leucocephala), gliricidia (Gliricidia sepium), kaliandra (Caliandra calothyrsus) atau flemingia (Flemingia congesta).

Lamtoro lebih sesuai pada tanah yang tidak masam (pH 5,5-7,5) dan kurang baik tumbuhnya apabila tanah masam (pH 4-5,5). Gliricidia mempunyai daya toleransi yang lebih tinggi terhadap kemasaman tanah, tahan pangkasan dan cepat kembali bertunas sesudah pemangkasan. Kaliandra mempunyai daya adaptasi yang cukup luas tetapi kalah populer dibandingkan dengan gliricidia.

Tindakan penyempurnaan budidaya lorong yang direncanakan lebih bersifat memaksimalkan fungsi saluran dan guludan untuk mempermudah pengomposan sisa tanaman, meningkatkan peresapan air, mengurangi persaingan air dan unsur hara, serta mempermudah pemeliharaan saluran dan guludan. Beberapa tambahan keuntungan tersebut diharapkan dapat mempermudah dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan sisa tanaman serta upaya konservasi air dan unsur hara untuk mencegah erosi, banjir dan pencemaran perairan.

Untuk mengevaluasi manfaat penyempurnaan teknik budidaya lorong tersebut diperlukan penelitian jangka panjang dalam petak permanen untuk mempelajari dan memantau dampak teknik budidaya lorong yang disempurnakan terhadap besarnya aliran permukaan dan erosi, pertumbuhan dan produksi tanaman, serta peubah sifat-sifat fisik, kimia dan biologi; dibandingkan dengan teknik budidaya lorong konvensional. Untuk menjamin terpeliharanya petak permanen tersebut maka penelitian ini direncanakan akan dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian IPB di Cikabayan yang telah dilengkapi dengan stasiun pengamatan iklim yang memadai. Dari lokasi yang strategis di dekat Kampus Institut Pertanian Bogor dan tidak jauh dari Ibu Kota Negara, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tambahan yang sangat penting yaitu menyediakan sarana peragaan bagi pendidikan, pelatihan dan obyek kunjungan bagi kontak tani dan transmigran teladan.

bendungan bawah tanah(informatif)


Ahli Geologi dari Institut Teknologi Bandung Ir. Lambok Maringan Hutasoit, M.Sc. Ph.D. menilai langkah pemerintah membuat banjir kanal barat dan timur kurang tepat. Menurutnya, pembuatan bendungan air bawah tanah (underground reservoir) justru lebih efektif.

“Masalah air bukan soal banjir semata, tapi juga persediaan air kemarau. Jangan sampai ketika musim hujan kita kebanjiran tapi di musim kemarau kita kekurangan. Inilah kelebihan underground reservoir, air bisa disimpan lalu pada musim kemarau bisa diambil,” katanya usai menghadiri Lunchleon Talk HAGI di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu (21/02).

Ia menambahkan, bendungan bawah tanah bahkan lebih efektif dari danau atau situ. “Kalau danau airnya, kan, menguap. Tapi disini air bisa disimpan,” ujarnya. Namun ia mengakui banyak kendala yang menjadi penghambat pembuatan bendungan bawah tanah ini, antara lain biayanya yang sangat mahal. Selain itu kondisi tanah Jakarta yang lunak.

“Kalau dilihat geologinya, tanah lunak itu dari Depok ke utara. Begitu ke selatan sudah muncul batu-batuan yang keras. Jadi kalau mau bikin bendungan bawah tanah itu diselatan,” katanya. Pembangunan bendungan bawah tanah di bagian selatan ini, menurutnya, bisa langsung memutus aliran air sehingga tidak mengalir ke utara (Jakarta). “Jadi sebelum dia menggenangi orang di Jakarta, bisa disimpan di sana,” tambahnya.

Kendala lainnya adalah persoalan tanah. Hingga kini belum ada kepastian soal apakah kepemilikan tanah itu termasuk bagian bawah tanah atau hanya sebatas permukaan tanah. Jadi, menurutnya, sebelum membuat bendungan bawah tanah, perlu juga dilakukan penegasan persoalan tanah ini melalui undang-undang.

Menurutnya usulan pembuatan bendungan bawah tanah ini pernah diajukan ke Pemda DKI. Namun hingga kini belum ada tanggapan.

Dwi Riyanto Agustiar
Sumber:
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/02/21/brk,20070221-93900,id.html

areal resapan air(informatif)


Metode pembuatan areal peresapan air hujan merupakan koreksi perkembangan akhir-akhir ini dimana permukaan tanah pekarangan baik di perkotaan, pinggiran meupun pedesaan dilapisi dengan concrete paving block (konblok) yang dipasang rapat (Gambar 1a) atau dengan plesteran dari semen dan pasir. Hal ini berdampak pada penurunan koefisien resapan air hujan ke dalam tanah.

Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi dengan cara menutup perkerasan tanah dengan rumput atau bila diperlukan perkerasan dapat menggunakan porous paving block atau grass block (gambar 1b). Grass block dapat dipakai pada areal parkir, areal untuk pejalan kaki dan sebagainya.

Di pedesaan masyarakat memanfaatkan halaman rumahnya untuk mengeringkan hasil pertanian, misalnya, padi dan kacang-kacangan. Cara yang ditempuh adalah dengan membuat lantai jemur berupa plesteran dari semen dan pasir. Pada musim hujan, air hujan sama sekali tidak dapat meresap ke dalam tanah. Untuk itu maka disarankan untuk memasang porous paving block selebar 1 meter sebagai bingkai di sekeliling lantai jemur sehingga air hujan yang mengalir dari lantai jemur dapat meresap ke dalam tanah.

sistem agroforesty


kombinasi tanaman
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan (usahatani ) yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Pada sistem ini, terciptalah keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan mengurangirisiko kegagalan dan melindungi tanah dari eros i ser ta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur-ulang sisa tanaman.

Berikut ini diterangkan contoh beberapa sistem agroforestri.

1. Strip Rumput
Strip rumput merupakan bentuk peralihan dari sistem pertanian tanaman semusim menjadi sistem agroforestri. Strip rumput adalah barisan rumput dengan lebar 0,5-1 m dan jarak antar strip 4-10 m yang ditanam sejajar garis ketinggian (kontur). Pada tanah yang berteras, rumput ditanam di pinggir (bibir) teras. Jenis rumput yang cocok adalah rumput yang mempunyai sistem perakaran rapat dan dapat dijadikan hijauan pakan ternak, misalnya rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput BD (Brachiaria decumbens), rumput BH (Brachiaria humidicola), rumput pahit (Paspallum notatum) dan lain- lain. Adakalanya rumput akar wangi (Vetiveria zizanioides) digunakan juga sebagai tanaman strip rumput. Akar wangi tidak disukai ternak, tetapi menghasilkan minyak atsiri yang merupakan bahan baku pembuatan kosmetik.Keuntungan strip rumput:Mengurangi kecepatan aliran permukaandan erosiMemperkuat bibir terasMenyediakan hijauan pakan ternakMembantu mempercepat proses pembentukan teras secara alami.

2. Pertanaman Lorong
Sistem ini merupakan sistem pertanian di mana tanaman semusim ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar yang ditata menurut garis kontur. Jenis tanaman yang cocok untuk tanaman pagar adalah tanaman kacang-kacangan (leguminosa) seperti, gamal (Flemingia congesta Gliricidia sepium), lamtoro (Leucaena leucocephala), danCalliandra callothirsus. Jarak antar baris tanaman pagar berkisar antara 4 sampai 10 m. Semakin curam lereng, jarak antar barisan tanaman pagar dibuat semakin dekat.


Keuntungan tanaman pagar:

  • Menyumbangkan bahan organik dan hara terutama nitrogen untuk tanaman lorong.
  • Mengurangi laju aliran permukaan dan erosi.

Kelemahan sistem tanaman pagar dan sistem strip rumput: 

  • Tanaman pagar atau strip rumput mengambil tempat 5-15% dari total luas lahan
  • Sering terjadi persaingan dengan tanaman lorong.
  • Kadang-kadang terjadi pengaruh alelopati (cairan atau gas yang dikeluarkan tanaman pagar yang mengganggu pertumbuhan tanaman lorong).
  • Kebutuhan tenaga kerja cukup tinggi untuk penanaman dan pemeliharaan tanaman
  • pagar.
3. Pagar Hidup

Pagar hidup adalah barisan tanaman perdu atau pohon yang ditanam pada batas kebun. Bila kebun berada pada lahan yang berlereng curam, maka pagar hidup akan membentuk jejaring yang bermanfaat bagi konservasi tanah. Pangkasannya dapat digunakan sebagai sumber bahan organik atau sebagai
hijauan pakan ternak.

Jenis tanaman yang dipakai untuk pagar sebaiknya yang mudah ditanam dan mudah didapatkan bibitnya, misalnya gamal dengan stek, turi, lamtoro dan kaliandra dengan biji. Untuk tanaman pagar jenis leguminose perdu (lamtoro, gamal), ditanam dengan jarak antar batang ± 20 cm. Jarak yang rapat ini untuk menjaga agar tanaman pagar tidak tumbuh terlalu tinggi.

Keuntungan pagar hidup:
Melindungi kebun dari ternak Pangkasannya dapat dijadikan hijauan pakan ternak
Menjadi sumber bahan organik dan hara tanah
Menyediakan kayu bakar
Mengurangi kecepatan angin (wind break) 

4. Sistem Multistrata
Sistem multistrata adalah sistem pertanian dengan tajuk bertingkat, terdiri dari tanaman tajuk tinggi (seperti mangga, kemiri), sedang (seperti lamtoro, gamal, kopi) dan rendah (tanaman semusim, rumput) yang ditanam di dalam satu kebun (lihat gambar di halaman depan). Antara satu tanaman dengan yang
lainnya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling bersaing.

Tanaman tertentu seperti kopi, coklat memerlukan sedikit naungan, tetapi kalau terlalu banyak naungan pertumbuhan dan produksinya akan terganggu.

beberapa teknologi banjir saat ini(informatif)



http://www.vemale.com

berikut ini adalah beberapa teknologi ata sistem yang bisa diterapkan atau digunakan dalam menanggulangi banjir:

  • Agroforestry
  • Areal Peresapan Air Hujan
  • Bendungan Bawah Tanah
  • Budidaya Lorong
  • Daerah Konservasi Air Tanah
  • Dam Parit
  • Dam Pengendali (Check Dam)
  • Deep Tunnel Reservoir System
  • Embung
  • Guludan
  • Kolam / Balong
  • Kolam Konservasi Air Hujan.
  • Kolam Retensi
  • Lubang Galian Tanah
  • Lubang Resapan Biopori
  • Modifikasi Lansekap
  • Mulsa
  • Mulsa Vertikal (Slot Mulch)
  • Penampungan Air Hujan
  • Penanaman Dalam Strip
  • Pengolahan Tanah Minimum
  • Pengolahan Tanah/Penanaman Menurut Kontur
  • Polder
  • Rain Gardens
  • Retarding Basin
  • Revitalisasi Danau, Telaga, atau Situ
  • Rorak / Parit Buntu
  • Sabuk Resapan
  • Saluran / Parit Resapan
  • Sawah
  • Stormwater Detention Pond
  • Strip Penyangga Riparian
  • Strip Rumput
  • Sumur Injeksi
  • Sumur Resapan
  • Tanaman Penutup Tanah
  • Tanggul / Pagar Pekarangan
  • Teknologi Modifikasi Cuaca
  • Teras
  • Tirta Sangga Jaya (TSJ)
  • Waduk Pengendali Banjir
  • Waduk Resapan

pemerintah perlu memegang manajemen kualitas air(informatif)


Air putih

Air adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Karena itulah kualitas air yang baik menjadi kebutuhan yang tak terelakkan.

Adalah Dr Henry Palandeng, dosen fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi - Manado, yang baru saja menyelesaikan pendidikan S2 mengenai Waterquality Management - atau Manajemen Kualitas Air - di Unesco IHE - Delft.

"Bidang ini membahas cara kita mengatur kualitas air dengan cara tertentu, berdasarkan standard yang sudah ditetapkan. Jadi tentang bagaimana kita mencapai standard kualitas air yang baik," terang Dr Henry Palandeng. Yang masuk bidang kajian ini juga menyeluruh, mulai dari air sungai, sebagai air permukaan dan sumber air minum, sampai air sumur dalam dan dangkal.

Berlatar belakang ilmu kesehatan, Dr Henry Palandeng lebih memusatkan penelitiannya terhadap hubungan kualitas manajemen air dengan kesehatan masyarakat. "Jadi sejauh mana air yang kita konsumsi punya dampak terhadap kesehatan," terangnya lagi.

Yang juga menarik untuk diperhatikan adalah perkembangan manajemen kualitas air di Indonesia. "Perusahaan-perusahaan air di Indonesia sudah diprivatisasi alias dialihkan ke pihak swasta. "Sebenarnya sayang," kata Dr Henry, "Karena pemerintah tidak bisa lagi berbuat banyak untuk mengontrol kebijakan yang berkaitan dengan kualitas air."

Lalu bedanya kualitas air di Indonesia dan di Belanda? "Jelas jauh. Kualitas air di Belanda bisa dibilang yang terbaik di dunia. Kita sudah bisa minum langsung dari kran di sini," banding Dr Henry. Toh, ia optimis kualitas air di Indonesia akan bisa diperbaiki.

dari berbagai sumber

penjernihan air limbah(informatif)

Oleh : M. DJOKO SRIHONO

Pria ini lahir di Surakarta (Jawa Tengah) pada 13 Maret 1946. Sejak kecil gemar mengamati dan meneliti. Pada suatu pagi, ia memperhatikan ibunya yang sedang memasak. Diperhatikannya, bila sayur yang dimasak ibunya terlalu asin maka ibunya akan menambahkan kentang ke dalam sayur itu. Tersimpul dalam pikirannya, ternyata kentang bisa mengurangi rasa asin. Lalu ia mencoba membuat sendiri sari kentang yang kemudian ia pakai untuk mengurangi rasa asin. Ternyata keasinan tidak berkurang. Perhatiannya beralih pada pati kentang yang digunakan untuk membuat sari kentang tadi. Maka kemudian tepung pati kentang dicobanya, ternyata berhasil.

Adalah suatu budaya yang lazim, para lelaki di lingkungannya memelihara burung perkutut. Setiap sangkar burung biasanya memiliki tempat air minum dan biasanya diberi tumbuhan patah tulang (Eforbia ferocalli). Hal ini menarik perhatiannya. Kemudian ia mengetahui bahwa pemberian jenis tumbuhan tsb ternyata dapat mencegah timbulnya bau akibat kontaminasi air dan makanan burung. Ia tidak berhenti sampai di situ. Ia pun mencoba dengan berbagai tumbuhan lainnya. Jelaslah, ia sudah memiliki bakat dan perhatian untuk menjadi inovator.

Pendidikan yang dijalani mengantarnya sampai ke jenjang perguruan tinggi, yaitu Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Di sini ia bertemu dengan seorang teman yang juga gemar meneliti. Temannya ini seorang perokok berat. Karena uang sakunya tak mencukupi, terpaksa kadangkala mengkonsumsi tembakau bekas puntung rokok yang harganya lebih murah. Tentu saja yang murah belum tentu nikmat. Itulah yang terjadi pada tembakau bekas itu. Namanya saja bekas, sehingga rasa bekas sukar hilang dari tembakau itu. Jadilah sepasang sahabat ini meneliti cara menghilangkan rasa bekas dari tembakau puntung rokok itu. Fakultas farmasi membuatnya mengerti kimia dan membukakan pintu untuk meneliti apapun. Tak kurang dari itu, ia jadi mengetahui hampir semua sifat dari senyawa kimia yang ada. Kalaupun ada yang belum sempat diketahuinya, itu adalah kimia polimer. Tetapi itu tidak mengurangi kreatifitasnya. Kali berikutnya, ia dihadapkan pada masalah pengadaan air.

Banyak masyarakat di Indonesia dihadapkan pada masalah pengadaan air. Banyak pula diantara mereka terpaksa menggunakan air permukaan seperti air rawa/gambut, sungai, telaga dan air genangan/kubangan. Ini biasanya terjadi di daerah Kalimantan, Riau, Papua, Bangka dan sebagainya. Penggunaan air yang demikian secara higienis tentu tidak layak. Selain masalah ketercemaran air oleh zat kimia dan jasad renik yang merugikan, air tersebut juga tidak jernih. Untuk menjernihkan air, cara yang biasa dipakai adalah menggunakan tawas dan kapur yang bisa mengendapkan kotoran pengeruh air. Tetapi masalahnya tidak semua air bisa dijernihkan dengan cara itu, misalnya air rawa/gambut yang berwarna coklat kemerahan. Lagipula tawas adalah bahan kimia yang tidak selalu tersedia di pedesaan Indonesia. Terlebih lagi kapur yang diperlukan untuk menurunkan kadar asam (pH) air rawa/gambut hingga layak guna.

berangkat dari masalah yang ada itu, mulailah ia mencari kemungkinan penggunaan bahan lokal yang bisa digunakan. Inilah cara unik dari Djoko yang lulusan fakultas farmasi. Ia berimajinasi. Jadilah proses uji coba dan reaksi yang biasanya di laboratorium berpindah ke laboratorium imajinerdi otak Djoko. Ia cukup mengkhayalkan: bahan kimia ini yang sifatnya begini direaksikan dengan bahan kimia itu yang sifatnya begitu maka diperkirakan hasil reaksinya adalah anu. Setelah cukup yakin dengan imajinasinya itu, barulah ia melakukan percobaan reaksi yang sesungguhnya. Imajinasi ini tentunya ditunjang oleh pengetahuan yang memadai tentang sifat-sifat berbagai senyawa kimia yang diketahuinya semasa kuliah. Dengan cara demikian ia menghemat biaya yang biasanya diperlukan untuk pengadaan alat dan bahan percobaan.

Menurut Djoko, biasanya orang masih menggunakan tawas atau ferri klorida (FeCl3) untukmenjernihkan air. Memikirkan tentang penjernihan air membawanya kepada suatu logika. Logika ini menurut Djoko belum terpikirkan orang lain yang berkecimpung di masalah penjernihan dan pemurnian air. Yaitu bahwa pada dasarnya kekeruhan air disebabkan oleh senyawa kimia, karena itu penting sekali dipahami bentuk molekul senyawa tersebut untuk kemudian dicari gugus molekul yang bisa “diganggu”. Kalau gugus molekul itu bisa “diganggu” maka keseluruhan molekul senyawa akan goyah. Bila ini terjadi maka pengotor itu bisa dipisahkan dari air dan air menjadi jernih.

Dengan logika seperti itu, Djoko cukup optimis untuk mengatakan, “Sanggup menjernihkan air limbah apa saja kecuali limbah nuklir dan limbah polimer karena saya belum belajar tentang itu”. Penjernih air sebagai solusi, menurut pandangannya harus memenuhi syarat: mudah dan murah. Mudah berarti tidak diperlukan keahlian khusus dan prosedur yang rumit untuk melaksanakannya. Murah berarti biaya yang diperlukan relatif tidak mahal. Memang itulah kenyataannya. Djoko menjelaskan untuk menjernihkan air sebanyak 1 m3 (1.000 liter) dibutuhkan 2 gram formula penjernih temuannya. Bandingkan dengan pemakaian 200 gram air kapur yang diperlukan untuk mengolah air gambut sebanyak jumlah yang sama.

Tidak hanya formula penjernih, tetapi Djoko juga telah merancang alat yang digunakan untuk menjernihkan air. Alat tersebut berupa tabung atau pipa pencampur terbuat dari bahan PVC atau paralon sepanjang + 50 cm dengan tiga lobang yang diberi tiga selang plastik. Ketiga selang tersebut nantinya masing-masing untuk dihubungkan dengan larutan formula penjernih, larutan tawas dan larutan kaporit sebagai disinfektan bila diperlukan. (Erwan R)

Sumber: Majalah Zaitun Khatulistiwa, Agustus 2005.

hujan asam(informatif)


Hujan asam didefinisikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang. Istilah Hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis tentang polusi industri di Inggris). Tetapi istilah hujan asam tidaklah tepat, yang benar adalah deposisi asam

Deposisi asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk surful dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman. Usaha untuk mengatasi hal ini saat ini sedang gencar dilaksanakan.

Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering ialah peristiwa terkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber pencemaran.

Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out. Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber pencemaran.

Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.

Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran bahan bakar fosil (BBF), peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto O, 1992).

Menurut Soemarwoto O (1992), 50% nitrogen oxides terdapat di atmosfer secara alami, dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama akibat pembakaran BBF. Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara ,40-50% nitrogen dalam minyak berat dan 100% nitrogen dalam mkinyak ringan dan gas.Makin tinggi suhu pembakaran, makin banyak Nox yang terbentuk.

Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa organik yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga menghasilkan N. Karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi oksida tersebut.

Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan perjalanan ribuan kilometer di atsmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air akan membentuk zat asam sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan, kabut yang membawa partikel ini terjadilah hujam asam. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioxide atau sulphur dan nitrogen mengendap pada logam serta mengering bersama debu atau partikel lainnya

sumber:wikipedia