telaga
Revitalisasi danau, telaga, atau situ kaitannya dengan memanen air hujan sebaiknya dilakukan dengan konsep ekologi-hidraulik atau ekologi-hidrologi. Konsep ini diartikan sebagai upaya memperbaiki dan menyehatkan seluruh komponen ekologi (flora-fauna) dan hidraulik-hidrologi (sistem keairan) penyusun danau, telaga, atau situ yang bersangkutan, sehingga dapat berfungsi menampung air yang dapat digunakan untuk keperluan air bersih masyarakat, meresapkan air hujan untuk pengisian air tanah, dan dapat berkembang menjadi wilayah ekosistem wilayah danau, situ dan telaga yang hidup dan lestari
.Dasar filosofi pengelolaan danau atau telaga termasuk juga situ secara ekologi-hidraulik adalah berorientasi pada danau alami yang ada. Artinya bahwa dalam pengelolaannya berangkat dari danau alami, bukan berangkat dari filosofi reservoir atau kolam tandon bangunan sipil-hidro. Segala kondisi yang ditemui pada danau, telaga ataui situ alami coba diadopsi dan diterapkan pada telaga, danau atau situ yang direvitalisasi. Intinya adalah mengembalikan kondisi alamiah danau, telaga atau situ yang bersangkutan.
Danau atau telaga alami memenuhi kondisi ekologi hidraulik yaitu daerah tangkapan airnya bagus, komposisi dan heterogenitas tanamannya legkap, belum ada penggundulan hutan dan sistem tata air dan drainasenya masih alamiah; tumbuh vegetasi dan pohon-pohon besar yang melingkari danau atau telaga pada zona amphibi dan daratan (sempadan danau atau telaga) yang cukup rapat. Pohon dan vegetasi melingkar ini, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga ring. Ring pertama pada umumnya ditumbuhi pohon-pohon besar yang biasa ada di daerah yang bersangkutan (misalnya pohon beringin di daerah Jawa). Ring kedua dipenuhi dengan pohon-pohon yang lebih kecil dan relatif kurang rapat dibanding dengan ring pertama. Ring ketiga atau ring luar berbatasan dengan daerah luar telaga, dengan tingkat kerapatan tanaman lebih jarang. Jika kondisi vegetasi di sekeliling danau atau telaga ini punah, maka dapat dipastikan bahwa umur telaga akan memendek, baik disebabkan oleh tingkat penguapan dan suhu yang tinggi maupun tingkat sedimentasi yang tinggi
Pada pengembangan danau, telaga , atau situ untuk pariwisata sering dilakukan dengan membuat sarana prasarana pariwisata tanpa memperhitungkan ekologi danau, telaga, atau situ tersebut. Dampaknya, sarana-prasarana tersebut justru mengambil areal vegetasi dan menjadi pemicu rusaknya ring-ring ekologi danau, telaga, atau situ tersebut. Oleh karena itu, selain perbaikan daerah tangkapan air yang masuk ke danau, telaga atau situ, juga upaya melestarikan dan menumbuhkan pohon-pohon dan vegetasi di sekelilingnya baik pada ring pertama, kedua dan ketiga. Pengembangan sarana pariwisata hendaknya diletakan di luar ring ketiga dan hendaknya mengacu pada konsep eko wisata.
Dalam konsep eko-hidraulik pembuatan talud melingkar harus sejauh mungkin dihindari, karena bangunan ini akan mematikan ekosistem secara destruktif, disamping talud tersebut tidak efektif untuk menahan rembesan air secara horisontal. Justru dengan penanaman vegetasi yang sesuai dengan kondisi setempat dapat menurunkan rembesan horisontal secara efektif, menahan longsoran, menurunkan suhu, menahan air dan meningkatkan kualitas ekosistem. Demikian juga dengan cara pengerukan dan pelapisan aspal akan berakibat sebaliknya yaitu menurunkan kualitas ekosistem dan bahkan menahan base flow.
Dalam revitalisasi danau, telaga, dan situ, dalam konteks memanen air hujan dapat dilakukan dengan menumbuhkan dan memelihara ekologi daerah sempadan (bantaran) danau, telaga atau situ. Danau, telaga dan situ yang lestari dapat dilihat dari kesuburan daerah sempadannya. Pada ring pertama banyak ditumbuhi tanaman-tanaman besar yang rapat, pada ring lingkaran kedua sempadan tersebut ditumbuhi tanaman-tanaman keras yang lebih kecil dari ring pertama, dan pada ring ketiga daerah sempadan danau tersebut banyak ditemukan tumbuhan-tumbuhan produksi yang relatif rapat.
Sumber: Agus Maryono dan Edy Nugroho Santoso (2006). Metode Memanen dan memanfaatkan Air Hujan untuk Penyediaan Air Bersih, Mencegah Banjir dan Kekeringan. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup