http://blhd.tanjabbarkab.go.idl |
Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air
Isu kelangkangan sumber daya air telah menyita perhatian masyarakat luas. Diskusi, inisiasi, kesepahaman telah dirancang untuk menghadapi kelangkaannya di masa yang akan datang. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air muncul sebagai salah satu solusi untuk melestarikan sumber daya air. Walaupun dalam pelaksanaannya masih mengalami banyak perdebatan, namun inisiasi pembayaran jasa lingkungan air ini merupakan ide inovatif yang harus kita akui bersama sebagai wujud penghargaan dan upaya pelestarian kita terhadap sumber daya alam yang diharapkan dapat menjaga ekosistem daerah tangkapan air yang ada di atas (hulu) serta mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat hulu yang ikut andil dalam upaya konservasi alam di kawasan tersebut.
Konsep Pembayaran Jasa Lingkungan Air ini dibangun dengan kerangka pikir hulu dan hilir. Sebagaimana kita ketahui bahwa air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Keberadaan air di dataran rendah dalam hal ini hilir atau perkotaan sangat tergantung dari ketersediaan air yang ada di kawasan atas atau hulu. Kerusakan lingkungan yang terjadi di daerah hulu akan menimbulkan dampak kerugian di daerah yang ada di bawahnya.
Adanya siklus saling ketergantungan tersebut menciptakan adanya suatu ide reward atau penghargaan yang diberikan kepada masyarakat hulu terhadap berbagai upaya kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengkonservasi kawasan yang selanjutnya diwujudkan dalam kerangka pembayaran jasa lingkungan. Berdasarkan hasil diskusi bersama pembayaran ini sebaiknya tidak bersifat paksaan, mekanismenya harus berdasarkan situasi dan kondisisetempat, dan tidak selalu berbentuk cash atau uang. Pembayaran jasa lingkungan dengan mendukung progam kegiatan konservasi di daerah hulu itupun sudah merupakan salah satu bentuk pembayaran yang real.
Dengan mekanisme berbagi tanggung jawab bersama hulu-hilir diharapkan ikut membantu dalam rangka pelestarian sumber daya air dan membantu masyarakat hulu di sekitar mata air dalam meningkatkan taraf hidup mereka serta menjaga sumber daya alam untuk keberlanjutan anak cucu kita (WWF, 2004). Oleh sebab itu kesepahaman bersama untukmelestarikan sumber daya alam melalui pembayaran jasa lingkungan air ini merupakan bentuk tanggung jawab dan penghargaan kita serta upaya pelestarian alam yang hendaknya perlu kita dukung bersama.
Sejauh ini mekanisme pembayaran jasa lingkungan air masih mandeg sebatas wacana walaupun pemerintah khususnya Departemen Kehutanan sebagai regulator kawasan konservasi telah membentuk Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan sebagai indikasi keseriusan untuk menangani hal ini yang menyadari pentingnya melindungi kawasan penyedia air telah menerapkan regulasi pajak bagi para pengusaha yang memanfaatkan air untuk tujuan komersial. Namun demikian apakah besarnya pungutan tersebut telah sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya dan apakah pungutan tersebut telah digunakan sebagai mekanisme insentif bagi perlindungan hulu? Ini masih menjadi bahan penelitian lebih lanjut.
Bahkan telah dikenalkan istilah perhitungan PDRB Hijau yang merupakan terobosan baru sebagai penyedia insentif bagi pemerintah daerah yang secara serius melindungi kawasan resapan airnya.
Beberapa perusahaan besar telah menganut dan melaksanakan sistem CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai upaya memberikan perhatian kepada masyarakat dan lingkungan dimana mereka bekerja memanfaatkan sumberdaya alam untuk kepentingan produksi. Namun demikian kembali kita kepada pertanyaan apakah hal ini tidak sekedar memenuhi tuntutan green-image atau sekedar meredam kecemburuan sosial yang kerap timbul di masyarakat kita dewasa ini
Sumber:http://www.conservation.org
Isu kelangkangan sumber daya air telah menyita perhatian masyarakat luas. Diskusi, inisiasi, kesepahaman telah dirancang untuk menghadapi kelangkaannya di masa yang akan datang. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air muncul sebagai salah satu solusi untuk melestarikan sumber daya air. Walaupun dalam pelaksanaannya masih mengalami banyak perdebatan, namun inisiasi pembayaran jasa lingkungan air ini merupakan ide inovatif yang harus kita akui bersama sebagai wujud penghargaan dan upaya pelestarian kita terhadap sumber daya alam yang diharapkan dapat menjaga ekosistem daerah tangkapan air yang ada di atas (hulu) serta mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat hulu yang ikut andil dalam upaya konservasi alam di kawasan tersebut.
Konsep Pembayaran Jasa Lingkungan Air ini dibangun dengan kerangka pikir hulu dan hilir. Sebagaimana kita ketahui bahwa air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Keberadaan air di dataran rendah dalam hal ini hilir atau perkotaan sangat tergantung dari ketersediaan air yang ada di kawasan atas atau hulu. Kerusakan lingkungan yang terjadi di daerah hulu akan menimbulkan dampak kerugian di daerah yang ada di bawahnya.
Adanya siklus saling ketergantungan tersebut menciptakan adanya suatu ide reward atau penghargaan yang diberikan kepada masyarakat hulu terhadap berbagai upaya kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengkonservasi kawasan yang selanjutnya diwujudkan dalam kerangka pembayaran jasa lingkungan. Berdasarkan hasil diskusi bersama pembayaran ini sebaiknya tidak bersifat paksaan, mekanismenya harus berdasarkan situasi dan kondisisetempat, dan tidak selalu berbentuk cash atau uang. Pembayaran jasa lingkungan dengan mendukung progam kegiatan konservasi di daerah hulu itupun sudah merupakan salah satu bentuk pembayaran yang real.
Dengan mekanisme berbagi tanggung jawab bersama hulu-hilir diharapkan ikut membantu dalam rangka pelestarian sumber daya air dan membantu masyarakat hulu di sekitar mata air dalam meningkatkan taraf hidup mereka serta menjaga sumber daya alam untuk keberlanjutan anak cucu kita (WWF, 2004). Oleh sebab itu kesepahaman bersama untukmelestarikan sumber daya alam melalui pembayaran jasa lingkungan air ini merupakan bentuk tanggung jawab dan penghargaan kita serta upaya pelestarian alam yang hendaknya perlu kita dukung bersama.
Sejauh ini mekanisme pembayaran jasa lingkungan air masih mandeg sebatas wacana walaupun pemerintah khususnya Departemen Kehutanan sebagai regulator kawasan konservasi telah membentuk Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan sebagai indikasi keseriusan untuk menangani hal ini yang menyadari pentingnya melindungi kawasan penyedia air telah menerapkan regulasi pajak bagi para pengusaha yang memanfaatkan air untuk tujuan komersial. Namun demikian apakah besarnya pungutan tersebut telah sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya dan apakah pungutan tersebut telah digunakan sebagai mekanisme insentif bagi perlindungan hulu? Ini masih menjadi bahan penelitian lebih lanjut.
Bahkan telah dikenalkan istilah perhitungan PDRB Hijau yang merupakan terobosan baru sebagai penyedia insentif bagi pemerintah daerah yang secara serius melindungi kawasan resapan airnya.
Beberapa perusahaan besar telah menganut dan melaksanakan sistem CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai upaya memberikan perhatian kepada masyarakat dan lingkungan dimana mereka bekerja memanfaatkan sumberdaya alam untuk kepentingan produksi. Namun demikian kembali kita kepada pertanyaan apakah hal ini tidak sekedar memenuhi tuntutan green-image atau sekedar meredam kecemburuan sosial yang kerap timbul di masyarakat kita dewasa ini
Sumber:http://www.conservation.org
No comments :
Post a Comment