Pratinjau

12 Dec 2012

waduk resapan di sungai purba(Informatif)


http://djogjakarta.blogdetik.com/files/2008/10/bsolopurba-edit.jpg
seperti biasa, berbagai konsep dan usulan berkembang tiap usai bencana. Hal itu pula yang terjadi ketika terjadi banjir bandang di Jakarta Februari lalu. Mulai rencana menggerakkan pembangunan banjir kanal timur (BKT) dan banjir kanal barat (BKB), membuat RUU penanggulangan banjir, hingga menggagas kembali konsep megapolitan untuk menangani siklus tahunan itu secara bersama-sama.

Kemarin, konsep mengatasi banjir tahunan di Jakarta itu datang dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Menristek Kusmayanto Kadiman Ph.D mengusulkan pembangunan empat puluh waduk resapan di lima kawasan Jakarta. Waduk sebanyak itu dibangun tepat di atas aliran sungai purba, sehingga air yang masuk tertampung dan tidak meluber di atas permukaan tanah.

Namun untuk membangun waduk ini, Menristek meneliti kawasan mana saja yang terdapat sungai purba. Sungai purba itu sendiri sudah terbentuk sejak ribuan tahun lalu, tepatnya sejak zaman es mencair. Seiring berjalannya waktu, sungai tersebut tersedimentasi dan terkubur di bawah permukaan tanah. Meski sudah tak teraliri air, alur-alur sungai tersebut masih terbentuk secara jelas.

“Untuk mengatasi banjir, salah satu caranya, dengan membangun waduk resapan di bagian hilir,” ujar Menristek usai memaparkan penanganan banjir di hadapan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso di Balaikota, kemarin.

Dengan waduk resapan ini dapat menangani banjir saat musim hujan dan menyediakan air baku ketika musim kemarau. Menurutnya, potensi waduk resapan yang bisa dibangun di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi seluas 800 hektare. “Kami sudah membangun waduk resapan di Universitas Indonesia (UI) Depok. Waduk tersebut dibangun dengan dana Rp 2 miliar. Pembebasan dari pemerintah daerah dan pembangunan fisik dari pemerintah pusat,” kata Menristek.

Waduk resapan nanti disambungkan ke aliran sungai purba yang telah ada. Jumlah sungai purba cukup banyak. Sayang, pihaknya tak tahu jumlah sungai tersebut. “Sungai purba itu adalah aliran sungai di bawah tanah yang kini tersedimentasi. Sungai purba itu telah dipetakan dan bisa dijadikan sebagai salah satu aliran air alami di bawah tanah, yang kemudian bermuara ke waduk resapan,” ujarnya.

Di tempat sama, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengatakan, konsep yang dipaparkan Menristek tak jauh berbeda dengan konsep yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta. “Perbedaannya, mereka telah mengidentifikasi sungai-sungai purba dan kemudian ada waduk resapan cukup besar,” kata mantan Pangdam Jaya itu.

Sebenarnya, sudah sejak 1996, Pemprov telah mengeluarkan Instruksi Gubernur agar semua bangunan di Ibu Kota membangun sumur resapan. Itu dimaksudkan agar air hujan tak langsung ke sungai. Namun sayangnya tak dipatuhi masyarakat. Karena itu, sejak banjir 2002, salah satu syarat yang mutlak untuk pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah wajib membangun sumur resapan. Namun, karena tak ada sanksi tegas, aturan itu tak efektif diterapkan.

Saat ini, kata Sutiyoso, yang diperlukan adalah komitmen dari pihak-pihak berkompeten, terutama Gubernur DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat untuk membangun situ dan melestarikan hutan yang dikoordinasi Menteri Kehutanan. “Itu yang paling mungkin dilakukan,” katanya.

Kusmayanto juga mengatakan, akan membangun sistem peringatan dini bila banjir bandang terjadi seperti 2002 dan 2007. Dengan demikian, warga dapat mengantisipasi arus banjir yang akan datang ke Jakarta karena perjalanan air dari hulu menuju Jakarta lamanya 6-10 jam. Untuk itulah, perlu ada peringatan dini.

Setelah terdengar peringatan dini, pihaknya mengharapkan warga segera mengestafetkan peringatan tersebut menggunakan sarana kentongan, pengeras suara di masjid, dan sirene.

Seperti diketahui, waduk resapan nantinya dibangun di antaranya di Kelurahan Halim Perdana Kusuma bagian timur run way luas 60 hektare dan Kelurahan Setu seluas 40 hektare untuk aliran Kali Sunter. Waduk resapan di Halim Perdana Kusuma seluas 8 hektare untuk aliran Kali Cipinang. Waduk di Kelurahan Penggilingan dengan luas 30 hektare untuk aliran Kali Buaran.

Waduk resapan di kelurahan Sukmajaya seluas 100 hektare, Citayam seluas 150 hektare, dan Bojong Gede seluas 200 hektare. Tiga waduk itu untuk menampung aliran air dari Sungai Ciliwung. Sedangkan untuk menampung aliran Kali Krukut, diusulkan dibangun waduk resapan di kelurahan Cilandak Timur seluas 15 hektare, kelurahan Pondok Labu seluas enam hektare, dan kelurahan Cigandul seluas 30 hektare.

Dua waduk resapan dibangun di Sawangan Baru seluas 100 hektare dan kelurahan Lebak Bulus seluas 10 hektare untuk aliran Kali Pesanggrahan. Untuk pembangunan Deep Tunnel Reservoir System (DTRS), Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BR PAM) DKI Jakarta akan memaparkan rencana pembangunan itu di depan pimpinan DPR, Senin (5/2). “Gubernur meminta saya mempresentasikan konsep deep tunnel di hadapan pimpinan dewan di gedung MPR/DPR, senin pukul 09.00,” kata Anggota Badan Regulator Firdaus Ali.

Firdaus mengatakan, rencananya pemaparan konsep deep tunnel akan didengarkan langsung Ketua DPR RI Agung Laksono, Panja Tata Ruang DPR RI, bersama tujuh menteri beserta tiga gubernur, yakni Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat. “Diharapkan, dengan diangkatnya wacana pembangunan DTRS, DPR RI bisa menerima konsep ini,” ujar Firdaus.

Sutiyoso mengatakan, DTRS saat ini baru merupakan konsep penelitian yang perlu kajian lebih lanjut. “Kita kan harus meneliti, apakah konsep ini cocok dengan struktur tanah di Jakarta. Apa bangunannya di atasnya tidak roboh kalau itu dibangun. Itu perlu diteliti lagi,” kata Sutiyoso.

Saat ini, pihaknya menerima segala masukan untuk mengatasi banjir di Jakarta. Setelah dikaji, baru menentukan konsep mana yang layak dibangun di Jakarta. “Kita pilih nanti yang cocok mana,” katanya. (eko)

sumber: http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=274120, Sabtu, 03 Mar 2007

No comments :