Pratinjau

31 Oct 2012

Indonesia dan Jepang Berkolaborasi Menangani Masalah Air dan Lingkungan Perairan


Melalui organisasi ISWAE (Indonesia Society for Water Aquatics Environment) atau disebut juga ALPI (Asosiasi Lingkungan Perairan Indonesia), Indonesia dan Jepang sepakat berkolaborasi menangani permasalahan air dan lingkungan perairan. Didukung oleh Toyohashi Unversity of Technology Jepang, pendirian organisasi ini di Indonesia diinisiasi oleh 17 perguruan tinggi seperti ITB, UI, UGM, Universitas Bengkulu, IPB, Universitas Cenderawasih dan UB. Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) UB Prof. Ir. Sukoso, PhD didaulat untuk memimpin ISWAE pada periode 2011-2013. "Dengan berbagai pendekatan, kami akan mencoba menyelesaikan berbagai masalah air dan lingkungan perairan seperti polusi", katanya disela-sela kegiatan Seminar Internasional tentang Air dan Lingkungan Perairan.

Mengambil tema "Save the Water for Our Life and Next Generation", kegiatan ini dipusatkan di gedung Rektorat dan diikuti akademisi serta peneliti dari seluruh Indonesia.

Pelantikan Ketua ISWAE juga dilakukan serentak dalam seminar internasional ini oleh Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA. Dalam keterangannya, Menteri mangapresiasi upaya untuk mengelola air secara berkelanjutan. Apalagi menurutnya, Indonesia terutama pula Jawa, Madura, Bali dan Nusa Tenggara terancam krisis air pada 2010 hingga 2020. Surplus air pada keempat pulau ini hanya terjadi saat musin penghujan, sehingga dibutuhkan pengelolaan air yang tepat dan berkelanjutan guna menyeimbangkan supply and demand air bersih. Kondisi ini masih diperparah dengan bencana lingkungan yang semakin meningkat seperti tanah longsor, banjir dan kekeringan. Diduga, perubahan iklim menjadi salah satu penyebab terus menurunnya sumber daya air dan tingginya angka bencana yang terjadi di Indonesia.

Lingkungan dan pengelolaan bencana merupakan prioritas nasional Kabinet Indonesia Bersatu II 2009-2014 diantaranya pada konservasi dan pemanfaatan lingkungan, antisipasi perubahan iklim serta dukungan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Untuk pengelolaan air dan lingkungan perairan sendiri, sasaran strategis yang hendak dicapai adalah terkendalanya pencemaran dan kerusakan lingkungan sungai, danau, pesisir dan laut serta air tanah.

Perubahan iklim, kata Menteri, juga berpengaruh pada perubahan pola curah hujan dimana hujan lebih panjang terjadi di utara khatulistiwa sementara pada bagian selatan, hujan lebih pendek dengan intensitas tinggi yang berpotensi banjir dan kekeringan. Diantara akibat hal ini adalah kerusakan mata air karena overeksploitasi serta alih fungsi lahan sekitar mata air. Guna mengatasi hal ini, maka pemerintah berkebijakan untuk melindungi mata air, mengendalikan kerusakan ekositem perairan (sungai, danau, rawa), pemanenan air hujan serta adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Dalam melindungi Daerah Aliran Sungai (DAS) khususnya, pemerintah bersinergi dengan masyarakat dan swasta sebagai pelaku serta perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat sebagai akselerator. Sementara untuk pemanenan air hujan, dibuat sumur resapan dan biopori yang dalam pelaksanaannya bekerjasama pula dengan pengembang.

Sebagai organisasi independen, ISWAE merupakan perpanjangan dari organisasi sejenis yang ada di Jepang yakni JSWE (Japan Society on Water Environment). Disampaikan Profesor bidang Water Environment Engineering dari Toyohashi University of Technology, Dr.Eng Takanobu Inoue, organisasi ini mempromosikan penelitian air dan lingkungan diantaranya dengan memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait pengaturan masalah air. Di Jepang sendiri, permasalahan yang sekarang sedang marak dihadapi adalah pencemaran air oleh bahan kimia berbahaya disamping eutrofikasi (pencemaran lingkungan hidup oleh limbah fosfat terutama pada ekosistem air tawar).

Dengan tren miniaturisasi pada instrumentasi untuk analisis lingkungan, Kiyokatsu Jinno, PhD dari Toyohashi University of Technology dalam seminar internasional memaparkan berbagai temuannya seperti microculum liquid chromatography dan capillary electrochromatography. Keduanya menggunakan instrument berskala mikro baik pada preparasi maupun separasi. "Temuan kami telah dimanfaatkan luas bahkan diproduksi massal", kata Jinno. Untuk saat ini, aplikasi terutama pada kimia forensic dan ilmu kedokteran. Pada kimia forensic misalnya, alat ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kandungan ozon pada bahan bakar seperti bensin.

di publish pada 18 desember 2011

sumber:prasetya online

No comments :